
Jakarta – Pemerintah Indonesia, melalui Penasihat Senior untuk Perencanaan Strategis ESDM, Muhammad Idris Sihite, menegaskan dukungannya terhadap upaya Pertamina dalam mengembangkan teknologi Penangkapan dan Penyimpanan Karbon/Pemanfaatan dan Penyimpanan Karbon (CCS/CCUS). Langkah ini diperkuat dengan regulasi yang dikeluarkan untuk mendukung pengembangan CCS/CCUS di Indonesia.
Peran Krusial CCS dalam Industri Migas
Dalam diskusi panel di COP 29, Sihite menyatakan bahwa CCS merupakan elemen vital dalam operasional industri migas nasional. “CCS menjadi solusi bagi industri migas untuk terus menjaga operasional produksi sekaligus mengurangi emisi karbon,” ujarnya, Senin (18/11/2024). Indonesia memiliki potensi CCS yang mencapai 577,62 gigaton, dengan 15 kajian dan pengembangan teknologi CCS yang tersebar di seluruh cekungan migas nasional.
Kolaborasi untuk Merealisasikan Potensi CCS
Sihite menekankan pentingnya kolaborasi dalam pendanaan dan teknologi untuk merealisasikan potensi CCS di Indonesia. “Upaya ini mampu mengurangi emisi secara signifikan,” tegasnya. Kolaborasi ini diharapkan dapat mempercepat pengembangan dan implementasi teknologi CCS di berbagai sektor.
Dukungan Pertamina terhadap Sasaran Pemerintah
SVP Inovasi Teknologi Pertamina, Oki Muraza, menjelaskan bahwa Pertamina mendukung penuh sasaran pemerintah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8% dan pengurangan emisi karbon. “CCS dan CCUS memegang peran penting dalam mencapai target emisi nol bersih (NZE) pada 2060 atau lebih cepat,” kata Oki. Pertamina telah melakukan beberapa studi dengan potensi kapasitas penyimpanan karbon hingga 7 gigaton CO2.
Tantangan dan Solusi dalam Pengembangan CCS
Oki mengakui bahwa tantangan utama dalam pengembangan CCS adalah biaya penangkapan karbon yang tinggi. “Kami sedang mengembangkan kapasitas domestik untuk teknologi ini,” ujarnya. Pertamina telah memulai berbagai inisiatif pengembangan CCS/CCUS, termasuk di Cekungan Asri, Jawa Bagian Utara, dan Lapangan Jatibarang serta Sukowati.
Indonesia sebagai Pusat Regional CCS
Oki menambahkan bahwa Indonesia berpotensi menjadi pusat regional untuk CCS di Asia Pasifik, mengingat negara-negara maju seperti Singapura, Korea, dan Jepang tidak memiliki kapasitas penyimpanan karbon yang memadai. Proyek CCS memerlukan modal besar, teknologi canggih, infrastruktur, dan regulasi yang mendukung. Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan regulasi, seperti Perpres 2024, untuk mendukung implementasi CCS dan perdagangan karbon.
Kerja Sama Internasional dan Insentif Fiskal
Untuk membuat proyek CCS layak secara ekonomi, Oki menekankan pentingnya insentif fiskal dan kerja sama internasional. “Pertamina telah menempuh berbagai kerjasama strategis dengan mitra internasional untuk mewujudkan inisiatif ini,” tutup Oki. Dengan dukungan regulasi dan kolaborasi internasional, diharapkan pengembangan CCS/CCUS di Indonesia dapat berjalan lancar dan mencapai target yang diharapkan.