Jakarta, 15 Oktober 2023 – Percepatan transisi energi di Indonesia menjadi keharusan mengingat kemajuan yang masih terbilang lambat dalam beberapa tahun terakhir. Demikian diungkapkan dalam laporan terbaru dari Institute for Essential Services Reform (IESR) yang berpusat di Jakarta. Dalam laporan berjudul “Indonesia Energy Transition Outlook 2025”, lembaga pemikir ini mengungkapkan bahwa energi terbarukan saat ini hanya menyumbang 14% dari bauran energi nasional Indonesia, jauh di bawah target 23% yang ditetapkan untuk tahun 2025.
Laporan tersebut menyoroti bahwa pertumbuhan energi terbarukan terhambat oleh preferensi penggunaan batubara sebagai sumber daya lokal. Selain itu, semua sektor industri di Indonesia masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil. Meskipun Presiden Prabowo Subianto telah berkomitmen untuk mengakhiri penggunaan pembangkit listrik tenaga batubara pada tahun 2040, laporan ini menyerukan tindakan segera.
Raditya Wiranegara dari IESR, salah satu penulis laporan, menyatakan, “Pemerintah perlu secara bertahap mengurangi subsidi bahan bakar fosil dan mengalihkan subsidi tersebut ke sektor energi terbarukan. Selain itu, pernyataan Presiden Prabowo tentang pensiun dini pembangkit listrik tenaga batubara pada tahun 2040 harus segera direalisasikan, dimulai dengan pembangkit yang paling tidak efisien, daripada melengkapi pembangkit dengan teknologi CCS/CCUS.”
Alvin Putra Sisdwinugraha, salah satu penulis utama laporan, mengatakan kepada pv magazine bahwa tahun 2025 akan menjadi titik krusial bagi arah kebijakan energi Indonesia, dengan Kebijakan Energi Nasional 10 tahun yang akan disetujui oleh pemerintah baru. “Target utama dari kebijakan baru ini termasuk target bauran energi terbarukan sebesar 19% hingga 21% dari pasokan energi primer pada tahun 2030. Belajar dari implementasi Kebijakan Energi Nasional sebelumnya, yang tidak pernah mencapai target bauran terbarukan, rencana aksi yang jelas dan terukur dari badan pelaksana akan sangat penting untuk mencapai target ini,” ujar Sisdwinugraha.
Sisdwinugraha menambahkan bahwa PLN, perusahaan distribusi listrik milik negara Indonesia, telah menyiapkan 13,3 GW proyek energi terbarukan baru dalam rencana pasokan listrik mendatang, selain yang sudah termasuk dalam rencana sebelumnya. Proyek tenaga surya dan angin menyumbang 8,2 GW dari kapasitas baru tersebut.
Laporan ini juga mengidentifikasi tantangan lain dalam transisi energi Indonesia, seperti kesenjangan keuangan, ketidakpastian regulasi, dan kesiapan infrastruktur. Organisasi ini menyatakan bahwa investasi lokal dan asing sangat penting untuk membiayai transisi dan menyarankan reformasi regulasi serta mekanisme berbagi risiko untuk memungkinkan pembiayaan hijau.
Laporan terbaru IESR juga mencatat bahwa Indonesia belum memanfaatkan potensi energi surya yang luas. Negara ini menerima rata-rata iradiasi surya lebih dari 4,8 kWh/m2 per hari, dengan potensi untuk menghasilkan antara 7,7 TW hingga 20 TW tenaga surya. Kapasitas terpasang tenaga surya Indonesia melampaui 700 MW awal tahun ini, menurut laporan prospek surya IESR yang diterbitkan pada bulan Oktober. Laporan tersebut mencatat bahwa 16,92 GW proyek surya saat ini sedang dalam pipeline di seluruh negeri.
Dengan berbagai tantangan dan peluang yang ada, percepatan transisi energi di Indonesia memerlukan komitmen dan tindakan nyata dari semua pihak terkait, baik pemerintah, industri, maupun masyarakat. Hanya dengan demikian, Indonesia dapat mencapai target energi terbarukan yang lebih ambisius dan berkontribusi pada upaya global untuk mengurangi dampak perubahan iklim.