Pakistan kini menjadi bagian dari aliansi negara-negara yang rentan terhadap perubahan iklim, mendukung traktat non-proliferasi bahan bakar fosil global. Traktat ini bertujuan untuk memastikan peralihan yang adil dari penggunaan batu bara, minyak, dan gas menuju energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Traktat yang diusulkan ini dirancang untuk melengkapi Kesepakatan Paris, dengan menekankan pentingnya dukungan finansial dan teknologi untuk memastikan transisi energi yang adil bagi negara-negara berkembang. Dukungan ini diharapkan dapat membantu negara-negara tersebut beralih ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi mereka.
Sebagai salah satu dari sepuluh negara yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim yang menghancurkan, Pakistan menjadi negara pertama di Asia Selatan yang terlibat dalam inisiatif ini. Pakistan berupaya mengatasi tantangan iklim yang parah, seperti banjir besar dan peningkatan suhu, sambil mendesak negara-negara kaya untuk memimpin transisi energi global.
Awal tahun ini, Perdana Menteri Muhammad Shehbaz Sharif menekankan pentingnya keadilan iklim selama COP29. Ia menyerukan dukungan internasional yang lebih besar untuk meningkatkan ketahanan dan keberlanjutan negara-negara rentan dalam menghadapi ancaman lingkungan yang semakin meningkat.
Di dalam negeri, Pakistan secara aktif melakukan inisiatif di tingkat kebijakan dan implementasi untuk mendorong keberlanjutan lingkungan. Sebagai bagian dari upaya perlindungannya, pemerintah telah memperkenalkan Kebijakan Kendaraan Energi Baru (NEV), yang bertujuan untuk mengalihkan 30% dari semua kendaraan baru—baik yang diimpor maupun yang diproduksi secara lokal—ke tenaga listrik pada tahun 2030. Kebijakan ini mencakup berbagai teknologi, dan pemerintah telah mengumumkan subsidi senilai PKR 4 miliar untuk mendorong adopsi.
Menurut Otoritas Efisiensi & Konservasi Energi Nasional (NEECA) Pakistan, sektor transportasi saja menyumbang 30% dari total konsumsi energi negara, yang bernilai sekitar $1,3 miliar setiap bulan. Hal ini memberikan tekanan signifikan pada ekonomi dan cadangan devisa. Para ahli lingkungan dan otomotif melihat kebijakan ini sebagai pengubah permainan bagi sektor energi dan otomotif Pakistan, serta lingkungan.
Transisi ini dapat mengatasi masalah polusi udara yang terus-menerus di Pakistan, terutama masalah kabut asap kronis yang melanda pusat-pusat perkotaan. Adopsi luas kendaraan listrik dapat secara signifikan menurunkan emisi gas rumah kaca dan mengurangi partikel, yang mengakibatkan peningkatan kualitas udara dan kesehatan masyarakat yang lebih baik.
Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong inovasi dan modernisasi di sektor otomotif, mendorong pertumbuhan dan keberlanjutan jangka panjang. Produksi lokal kendaraan listrik diharapkan dapat secara signifikan meningkatkan ekonomi sambil memberikan pengguna akses ke model kendaraan terbaru—peningkatan bagi pengguna Pakistan yang telah lama dipaksa membeli model yang sudah ketinggalan zaman.
Meskipun pemerintah telah memperkenalkan subsidi untuk mendorong adopsi kendaraan listrik, para ahli menekankan perlunya langkah-langkah lebih lanjut, seperti keringanan pajak dan opsi pembiayaan berbunga rendah, untuk membuat kendaraan listrik dapat diakses oleh populasi yang lebih luas. Inisiatif semacam itu akan memperkuat upaya Pakistan dalam perlindungan lingkungan dan perannya dalam memastikan keadilan iklim secara global.