Melalui inisiatif Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT), pemerintah menetapkan tarif gas dari hulu untuk tujuh sektor industri sebesar USD 6,5 per MMBTU, yang lebih rendah dibandingkan harga pasar. Ketujuh sektor tersebut mencakup industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. Kebijakan ini bertujuan untuk mendukung daya saing industri dalam negeri dengan memberikan harga gas yang lebih terjangkau.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, menyatakan bahwa kelanjutan program HGBT masih dalam tahap pembahasan. Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM nomor 91.K/MG.01/MEM.M/2023, program ini dijadwalkan berakhir pada 31 Desember 2024. Dalam diskusi tersebut, Bahlil menekankan pentingnya mempertimbangkan kondisi perusahaan penerima HGBT. Jika efisiensi investasi atau internal rate of return (IRR) perusahaan sudah memadai, maka mereka tidak lagi berhak mendapatkan HGBT.
“Kami sekarang lagi evaluasi, sebab HGBT itu kan tujuannya adalah untuk memberikan sebuah nilai bisnis yang masuk,” ujar Bahlil saat ditemui di kantor BPH Migas, Selasa (7/1). Sebaliknya, jika tingkat IRR perusahaan belum memadai, maka mereka akan tetap dipertahankan sebagai penerima HGBT. Bahlil juga membuka kemungkinan adanya penyesuaian jumlah sektor industri penerima HGBT, yang bisa berkurang dari tujuh sektor saat ini. “Ada kemungkinan, kita lagi ada bahas, tapi belum final ya,” jelasnya.
Bahlil memastikan bahwa keputusan mengenai kelanjutan HGBT akan segera disampaikan, mengingat pelaku industri sudah mendesak kepastian tersebut. Namun, hingga saat ini, belum ada kejelasan mengenai kelanjutan program HGBT di tahun 2025. Pemerintah masih menggodok aturan baru, sementara industri penerima HGBT harus membeli gas bumi dengan harga komersial sejak 1 Januari 2025.
Ketua Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB), Yustinus Gunawan, mengonfirmasi bahwa pelaku industri telah membeli gas bumi dengan harga komersial sebesar USD 16,77 per MMBTU sejak 1 Januari 2025. “Sejak 1 Januari 2025, enggak dapat HGBT, tetapi PGN menggunakan rumus seperti yang ada surat tersebut, dengan harga (komersial) USD 16,77 per MMBTU,” ungkap Yustinus saat dihubungi kumparan, Selasa (7/1).
Yustinus mengungkapkan bahwa kenaikan harga gas bumi secara otomatis meningkatkan biaya produksi, yang pada gilirannya menurunkan daya saing produk. Dia berharap pemerintah segera memberikan kepastian mengenai program HGBT sebelum dampaknya semakin besar. “Apalagi ini jelang persiapan Ramadan, jangan sampai keterlambatan kepastian HGBT berujung PHK,” tegas Yustinus.
Program HGBT memainkan peran penting dalam mendukung industri dalam negeri dengan menyediakan harga gas yang lebih terjangkau. Namun, ketidakpastian mengenai kelanjutan program ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku industri. Pemerintah diharapkan segera memberikan kepastian agar industri dapat merencanakan strategi bisnis mereka dengan lebih baik dan menghindari dampak negatif seperti peningkatan biaya produksi dan potensi pemutusan hubungan kerja.