Riau – Kabupaten Kepulauan Meranti terus bergulat dengan tantangan besar terkait penerimaan Dana Bagi Hasil (DBH) dari sektor Migas dan Sawit. Sebagai wilayah yang berbatasan langsung dengan daerah penghasil, Meranti hanya memperoleh secuil dari potensi yang seharusnya diterima.
Dalam konteks DBH Migas, Meranti hanya mendapatkan alokasi sebesar 3 persen sebagai daerah penghasil, jauh di bawah pembagian rata-rata yang mencapai 6,5 persen. Situasi serupa terjadi pada DBH Sawit, di mana Meranti belum menerima 20 persen yang seharusnya dialokasikan untuk daerah berbatasan dengan penghasil.
Asumsi penerimaan Dana Bagi Hasil (DBH) Migas dan non-Migas untuk Kabupaten Kepulauan Meranti pada tahun anggaran 2025 tidak sesuai dengan harapan. Hal ini terungkap setelah rincian alokasi dana transfer dari pemerintah pusat diterima oleh pemerintah daerah.
Untuk tahun 2025, DBH Migas yang diterima Meranti hanya sebesar Rp 77,01 miliar, sementara DBH Sawit hanya mencapai Rp 4,01 miliar. Angka ini menunjukkan penurunan signifikan dibandingkan penerimaan DBH Migas tahun 2023 yang mencapai Rp 115 miliar. Meskipun ada peningkatan dibandingkan tahun 2024 yang hanya Rp 59 miliar, penerimaan tersebut masih jauh dari harapan.
Penurunan ini diduga kuat disebabkan oleh aturan dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD), yang mengakibatkan Meranti tidak mendapatkan bagian yang seharusnya dari alokasi pembagian sebagai daerah penghasil maupun daerah berbatasan dengan penghasil.
Ketua Perkumpulan Masyarakat Kabupaten (Permaskab) Meranti-Riau, Ir Nazaruddin Nasir, menyatakan keprihatinannya terhadap alokasi DBH yang diterima oleh Kepulauan Meranti. “Kami mencermati dengan keprihatinan mendalam terkait alokasi DBH Migas untuk Meranti tahun 2025. Meski ada sedikit peningkatan dari tahun 2024, jumlah Rp 77,1 miliar masih jauh di bawah alokasi tahun 2023 yang mencapai Rp 115 miliar. Ini menimbulkan pertanyaan serius tentang keadilan distribusi hasil kekayaan alam yang seharusnya menjadi hak masyarakat Meranti sebagai daerah penghasil Migas,” ujar Nazaruddin.
Nazaruddin menambahkan bahwa aktivitas eksplorasi dan produksi minyak di wilayah Meranti, seperti sumur eksplorasi Migas oleh PT ITA yang telah memasuki tahap komersialisasi, seharusnya dapat meningkatkan pendapatan DBH Migas untuk daerah. Namun, realisasi dari potensi ini masih belum terlihat dalam alokasi yang diterima.
Dengan situasi yang ada, masyarakat dan pemerintah daerah Kepulauan Meranti berharap adanya revisi kebijakan yang lebih adil dalam pembagian DBH, sehingga potensi kekayaan alam yang ada dapat dinikmati secara merata oleh daerah penghasil dan sekitarnya. Upaya untuk meningkatkan transparansi dan keadilan dalam distribusi DBH menjadi harapan utama agar kesejahteraan masyarakat Meranti dapat meningkat seiring dengan potensi sumber daya alam yang dimiliki.