JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah memberikan lampu hijau kepada 207 Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) nikel untuk tahun 2025 yang diizinkan untuk berproduksi. Sementara itu, 85 RKAB lainnya disetujui namun tidak diberikan izin produksi. Secara keseluruhan, ESDM mengeluarkan 292 izin RKAB untuk tahun 2025.
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menjelaskan bahwa kebijakan selektif ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan pasar nikel agar harga komoditas tetap stabil. “Kita harus menjaga keseimbangan, jangan sampai RKAB diberikan lebih banyak kemudian penyerapan di industri tidak sesuai, nanti nikelnya dibuat dengan harga murah,” ujar Bahlil, seperti dikutip dari nikel.co.id, Senin (6/1/2025).
Bahlil menambahkan bahwa hukum pasar mengajarkan semakin banyak barang yang tersedia, harga cenderung turun. “Kalau harganya anjlok kemudian kita kasih RKAB banyak, bisa tambah anjlok lagi, mau kalian begitu?” ucapnya.
Dalam periode 2024-2026, total pengajuan RKAB nikel mencapai 395. Dari jumlah tersebut, 207 disetujui untuk produksi, 85 disetujui namun tidak untuk produksi, 98 ditolak, dan 5 masih dalam tahap evaluasi.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno, menyatakan bahwa proses persetujuan RKAB untuk tahap operasi produksi kini berlaku untuk jangka waktu tiga tahun. “Mekanisme persetujuan RKAB untuk tahap operasi produksi telah diberikan untuk jangka waktu selama 3 tahun,” ujar Tri dalam konferensi pers.
Pemerintah telah melakukan digitalisasi proses perizinan sektor minerba melalui platform E-RKAB. Langkah ini sesuai dengan PP No. 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP No. 96 Tahun 2021, serta Permen ESDM No. 10 Tahun 2023 yang mengatur tata cara penyusunan dan penyampaian RKAB.
Kementerian ESDM juga melakukan sejumlah perbaikan, termasuk penerbitan Permen ESDM No. 15 Tahun 2024, yang menyempurnakan tata cara penyusunan dan persetujuan RKAB. Salah satu langkah penting adalah integrasi Sistem Informasi Mineral Batu Bara (Simbara), yang melibatkan Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perhubungan, dan Bank Indonesia (BI).
Simbara berfungsi untuk mengawasi berbagai aspek dalam tata kelola mineral dan batu bara, termasuk proses perizinan, penjualan, ekspor, dan pemenuhan kewajiban Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). “Simbara mencakup rangkaian proses tata kelola minerba dari hulu ke hilir, mulai dari single identity dari wajib pajak dan wajib bayar, proses perizinan tambang, rencana penjualan, verifikasi penjualan, ekspor, proses clearance di pelabuhan untuk pengangkutan atau pengapalan, termasuk pemenuhan kewajiban pembayaran PNBP dan devisa hasil ekspor,” jelas Tri.
Dengan kebijakan selektif dan langkah-langkah perbaikan yang dilakukan, diharapkan pasar nikel dapat tetap stabil dan memberikan manfaat optimal bagi perekonomian nasional. Pemerintah terus berupaya memastikan bahwa pengelolaan sumber daya mineral dilakukan secara berkelanjutan dan bertanggung jawab.