Jakarta – Pemerintah Indonesia sedang merancang skema subsidi energi yang lebih cermat, bertujuan untuk menyalurkan bantuan kepada mereka yang benar-benar memerlukan. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, mengumumkan inisiatif ini pada hari Selasa.
Saat ini, Indonesia memberikan subsidi besar untuk listrik, bahan bakar, dan gas memasak guna mendukung keluarga berpenghasilan rendah. Subsidi ini mencakup tarif khusus atau produk terjangkau seperti tabung gas cair (LPG) 3 kilogram yang sering disebut “tabung melon,” serta bensin dan solar bersubsidi yang didistribusikan oleh perusahaan minyak milik negara, Pertamina.
Para pengkritik berpendapat bahwa sistem subsidi yang ada saat ini tidak efektif dalam mencapai penerima manfaat yang dituju. Misalnya, harga bensin dan solar yang lebih murah sering kali menguntungkan pemilik mobil yang mungkin tidak termasuk dalam kategori berpenghasilan rendah.
Bahlil mengakui kekurangan ini dan menekankan perlunya mekanisme distribusi subsidi yang lebih tepat.
Skema subsidi baru sedang dirancang untuk memastikan bahwa bantuan mencapai mereka yang paling membutuhkan. Skema ini mungkin melibatkan campuran bantuan tunai dan barang-barang penting, kata Bahlil, meskipun ia tidak memberikan rincian lebih lanjut.
Menteri menekankan pentingnya menggunakan data yang akurat dan terkini dari Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menghilangkan tumpang tindih dan memastikan penargetan yang tepat.
“Kami bertujuan untuk memusatkan semua data di BPS untuk mencegah subsidi menguntungkan penerima yang salah. Skema baru akan diumumkan akhir tahun ini setelah proses pengumpulan data selesai,” kata Bahlil saat mengunjungi kantor Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) di Jakarta.
Subsidi energi tetap menjadi beban signifikan pada anggaran negara Indonesia. Pada tahun 2024, pemerintah mengalokasikan Rp 386,9 triliun ($23,9 miliar) untuk subsidi energi, yang mencakup:
- Subsidi Solar Diesel (Rp 89,7 triliun): Pemerintah menanggung 43 persen dari harga pasar Rp 11.950 per liter untuk solar diesel, setara dengan Rp 5.150 per liter.
- Subsidi Bensin (Rp 56,1 triliun): Bensin Pertalite bersubsidi dijual seharga Rp 10.000 per liter, dengan pemerintah menanggung 15 persen dari harga pasar Rp 11.700.
- Subsidi Minyak Tanah (Rp 4,5 triliun): Meskipun sebagian besar telah digantikan oleh LPG untuk memasak, sekitar 1,8 juta rumah tangga masih menggunakan minyak tanah. Pemerintah mensubsidi 78 persen dari harga pasar Rp 11.150 per liter.
- Subsidi LPG (Rp 80,2 triliun): Tabung LPG 3 kilogram dijual seharga Rp 12.750, dengan pemerintah mensubsidi 70 persen dari harga pasar Rp 42.750.
- Subsidi Listrik (Rp 156,4 triliun): Subsidi mencakup hingga 67 persen dari tarif listrik untuk rumah tangga dengan kapasitas hingga 900 volt-amperes.
Bahlil, yang ditugaskan memimpin tim pemerintah untuk merombak skema subsidi energi nasional, menekankan perlunya reformasi untuk memastikan penggunaan dana publik yang efisien.
“Prinsip dasarnya adalah memastikan bahwa subsidi pemerintah mencapai penerima yang tepat,” katanya, menegaskan kembali komitmen pemerintah untuk mengatasi ketidakefisienan dan menargetkan dukungan di tempat yang paling dibutuhkan.
Skema subsidi baru ini bertujuan untuk menyeimbangkan keberlanjutan keuangan dengan komitmen pemerintah untuk membantu komunitas rentan, menyediakan distribusi sumber daya yang lebih adil sambil mengurangi tekanan fiskal.
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan bahwa subsidi energi dapat lebih tepat sasaran dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat yang benar-benar membutuhkan, sekaligus menjaga stabilitas anggaran negara.