Jakarta – Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) berencana untuk menantang aturan yang dikeluarkan oleh SKK Migas terkait PTK-065 SKKMA0000/2017/SO. Aturan ini memberikan wewenang kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk menjual Minyak Mentah dan Kondensat Bagian Negara (MMKBN) dengan skema Election Not To Take in Kind. Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, menyatakan bahwa pihaknya akan segera membentuk tim hukum untuk mempersiapkan gugatan tersebut. Gugatan ini diharapkan dapat mendorong kemandirian energi yang sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto.
Yusri Usman menyoroti bahwa PTK 065/2017 berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan rente ekonomi. Ia mengungkapkan bahwa terdapat KKKS yang tidak pernah melakukan tender dalam penjualan kondensat bagian negara selama lima tahun terakhir. “Tindakan ini berpotensi merugikan negara,” tegas Yusri dalam keterangan tertulisnya pada Selasa, 28 Januari 2025. CERI telah melaporkan dugaan kerugian negara ini secara resmi ke KPK dan Kejaksaan Agung sejak Juni 2024.
Yusri menjelaskan bahwa setiap produksi minyak mentah dan kondensat yang dikelola oleh KKKS asing, swasta nasional, Pertamina Hulu Energi, maupun BUMD menghasilkan minyak bagian negara atau Government Oil Intake (GOI). Sesuai dengan undang-undang, KKKS diwajibkan untuk memenuhi Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 25 persen dari total produksinya untuk kebutuhan kilang Pertamina. Namun, penerapan formula harga Indonesian Crude Price (ICP) + Premium yang ditawarkan KKKS ke Pertamina membuat harga menjadi tidak ekonomis.
Akibat dari kebijakan harga tersebut, banyak minyak bagian negara dan DMO diekspor, kemudian diimpor kembali oleh Pertamina Patra Niaga dalam bentuk BBM. “Ini adalah fakta ironis,” ujar Yusri. Ia mendesak pemerintah untuk menekan PT Kilang Pertamina Internasional agar mengurangi impor minyak mentah. “Kebijakan Menteri Keuangan harus mengatur bahwa minyak mentah bagian negara dan DMO dijual ke KPI dengan formula ICP + flat. Jika harga ICP lebih rendah, tentunya Pertamina diuntungkan,” tambahnya.
Yusri juga menyoroti kebijakan pemerintah yang berhasil menekan harga jual gas untuk tujuh industri melalui skema Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) sebesar USD6 per MMBTU. Namun, ia menyayangkan bahwa kebijakan serupa belum diterapkan untuk kilang Pertamina. Menurutnya, tidak ada alasan bagi KKKS untuk mengekspor minyak bagian negara hanya karena Pertamina menolak harga ICP + Premium. Pemerintah dapat meningkatkan penerimaan negara melalui peningkatan lifting minyak nasional, bukan dari margin premium penjualan MMKBN.
Yusri menegaskan bahwa harga minyak dan nilai tukar sangat memengaruhi hajat hidup rakyat. Oleh karena itu, ia berharap agar pemerintah dapat mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mengatasi permasalahan ini dan memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan dapat memberikan manfaat maksimal bagi negara dan masyarakat.