INFOENERGI.ID – Dalam upaya mempercepat pembangunan pembangkit energi bersih di Pulau Flores, PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan Nusa Tenggara (UIP Nusra) mengadakan audiensi penting dengan Keuskupan Agung Ende pada Sabtu, 15 Maret 2025. Pertemuan ini berfokus pada prospek pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Mataloko yang terletak di Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Audiensi ini dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, termasuk Direktur Panas Bumi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Gigih Udi Atmo, S.T., M.EPM., Ph.D., serta Executive Vice President Manajemen Panas Bumi PT PLN (Persero) Kantor Pusat, John Y.S. Rembet. Selain itu, hadir pula Wakil Bupati Kabupaten Ngada, Bernadinus Dhey Ngebu, Wakil Bupati Kabupaten Ende, Dominikus Minggu Mere, General Manager PT PLN (Persero) UIP Nusra, Yasir, dan Manajer PLN UPP Nusra 2, Osta Melano. Pertemuan ini diterima langsung oleh Bapa Uskup Agung Ende, Mgr. Paulus Budi Kleden SVD, beserta beberapa imam dari komisi terkait.
Audiensi ini merupakan langkah strategis bagi PLN dan pemerintah untuk menggali aspirasi masyarakat yang terdampak di Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) melalui Keuskupan Agung Ende. Diharapkan, proses pembangunan dapat berjalan lancar dengan adanya kesepakatan dari seluruh pihak dan lapisan masyarakat. Direktur Panas Bumi, Gigih, menyampaikan apresiasi kepada Uskup Agung Ende atas kesempatan berharga yang diberikan untuk menerima informasi secara menyeluruh mengenai dampak yang dirasakan masyarakat.
Gigih menekankan bahwa tujuan utama pembangunan panas bumi adalah memberikan manfaat bagi masyarakat, bukan menimbulkan dampak negatif. Ia menjelaskan bahwa Undang-Undang Panas Bumi mengatur pemanfaatan sumber daya ini secara berkelanjutan demi kesejahteraan masyarakat. Selain sebagai sumber energi listrik, panas bumi juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan ekonomi, seperti pengeringan hasil panen masyarakat termasuk kopi, kemiri, dan cengkeh, serta pengembangan sektor pariwisata, misalnya pemandian air panas.
General Manager PLN UIP Nusa Tenggara, Yasir, menjelaskan bahwa sistem kelistrikan di Flores saat ini masih didominasi oleh pembangkit berbasis energi fosil yang ketersediaannya semakin terbatas. Batu bara dan BBM harus didatangkan dari luar Pulau Flores untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. Oleh karena itu, sesuai dengan program pemerintah, pembangkit berbasis energi fosil akan digantikan oleh energi yang lebih bersih dan berkelanjutan, seperti panas bumi.
Yasir menegaskan bahwa setiap proyek infrastruktur kelistrikan yang dikerjakan PLN, termasuk PLTP Mataloko, selalu memperhatikan kesejahteraan masyarakat, keadilan sosial, serta prinsip ekologi integral yang mengutamakan keseimbangan lingkungan, sosial, dan ekonomi. “Pengembangan PLTP ini mengacu pada prinsip ekologi integral dengan memperhatikan keutuhan ciptaan, dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi, sehingga dapat mewujudkan keadilan sosial dan lingkungan,” tambah Yasir.
Menanggapi pemaparan tersebut, Keuskupan Agung Ende menyatakan bahwa pihaknya akan mengadakan rapat internal bersama Kuria dan komisi-komisi terkait guna membahas lebih lanjut poin-poin yang disampaikan dalam audiensi. Keuskupan menekankan bahwa dalam pengambilan keputusan, mereka memiliki mekanisme tersendiri. Beberapa aspek yang menjadi perhatian Keuskupan Agung Ende dalam pengembangan PLTP Mataloko, Sokoria, dan Nage meliputi keberlanjutan sektor pertanian yang berkaitan dengan budaya lokal, ketersediaan air bagi masyarakat, serta keterbatasan lahan akibat kondisi geografis wilayah tersebut.
PLN UIP Nusra berharap bahwa pertemuan ini menjadi awal yang baik dalam mempererat silaturahmi dengan Keuskupan Agung Ende dan membuka peluang diskusi lanjutan di masa mendatang. Dengan dukungan dari berbagai pihak, diharapkan pengembangan energi bersih di Pulau Flores dapat berjalan lancar dan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat setempat.