INFOENERGI.ID – Industri manufaktur energi terbarukan di Indonesia, yang mencakup energi surya, angin, dan baterai, diproyeksikan dapat menciptakan potensi ekonomi hingga 551,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp 8.824 triliun pada tahun 2060. Temuan ini diungkapkan dalam studi terbaru oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) berjudul “Market Assessment for Indonesia’s Manufacturing Industry for Renewable Energy,” yang diluncurkan pada Selasa, 25 Maret 2025.
Sebagai perbandingan, pada tahun 2024, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia diperkirakan mencapai sekitar Rp 22.139,0 triliun menurut data Badan Pusat Statistik (BPS). Dengan demikian, potensi pengembangan industri manufaktur energi terbarukan ini setara dengan hampir 40 persen dari PDB Indonesia pada tahun 2024. Hal ini menunjukkan betapa signifikan kontribusi sektor ini terhadap perekonomian nasional.
Optimalisasi pengembangan industri ini juga berpotensi menciptakan 9,7 juta pekerjaan-tahun pada tahun 2060. Di sektor manufaktur energi surya atau Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), IESR melaporkan bahwa hingga Juni 2024, kapasitas produksi modul surya Indonesia mencapai 4,7 gigawatt (GW) per tahun. Angka ini diproyeksikan meningkat menjadi 19 GW sebelum tahun 2030. Analisis IESR menunjukkan bahwa pengembangan industri PLTS dan rantai pasoknya berpotensi menciptakan 5,7 juta pekerjaan-tahun, dengan potensi ekonomi mencapai 236,3 miliar dolar AS pada tahun 2060.
Sementara itu, untuk industri Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), IESR menilai bahwa permintaan terhadap teknologi ini masih rendah. Hal ini kontras dengan pertumbuhan kapasitas PLTB global yang mencapai 118 GW pada tahun 2023, meningkat 36 persen dari tahun 2022. Di Indonesia, kapasitas terpasang PLTB hanya mencapai 154,3 MW, jauh dari potensi yang ada sebesar 155 GW. Padahal, pengembangan industri manufaktur, konstruksi, operasi, dan pemeliharaan hingga pengakhiran operasi dari PLTB berpotensi menyumbang 75,2 miliar dolar AS bagi perekonomian dan menciptakan 1,8 juta pekerjaan-tahun pada tahun 2060.
Untuk industri baterai, permintaan kendaraan listrik pada tahun 2024 diperkirakan meningkat hingga 25 kali lipat dibandingkan tahun 2022. Pengembangan industri baterai untuk penyimpanan energi dan kendaraan listrik memiliki potensi ekonomi hingga 240 miliar dolar AS dan dapat menciptakan 2,2 juta pekerjaan pada tahun 2060.
Analis Data Energi IESR, Abyan Hilmy Yafi, menekankan pentingnya pengembangan industri manufaktur energi terbarukan dan rantai pasok di Indonesia untuk memenuhi permintaan pasar domestik dan global yang terus meningkat. Selain manfaat ekonomi, langkah ini juga memberikan kontrol lebih besar atas pasar produk dan rantai pasok, memberdayakan bahan baku domestik, serta mendorong pertumbuhan industri.
Studi IESR memberikan empat rekomendasi untuk mendorong pengembangan industri manufaktur energi terbarukan. Pertama, Indonesia perlu memastikan rantai pasok industri manufaktur, setidaknya untuk perakitan panel surya, turbin angin, dan baterai, termasuk perakitan dan penerapan proyek rekayasa, pengadaan, dan konstruksi. Pengembangan rantai pasok lebih jauh perlu didukung studi kelayakan menyeluruh dan keterlibatan pemangku kepentingan nasional dan global.
Kedua, pemerintah perlu merumuskan peta jalan untuk adopsi energi terbarukan yang berkelanjutan, sejalan dengan peta jalan penguatan industri manufaktur energi terbarukan. Perumusan peta jalan ini juga harus sejalan dengan perencanaan energi nasional. Ketiga, transformasi strategi industri menjadi strategi ekonomi memerlukan dukungan pemerintah berupa insentif, pembiayaan, dan kebijakan yang menciptakan ekosistem ideal dari hulu ke hilir dan konsisten dalam penerapannya.
Keempat, Indonesia perlu melakukan persiapan sumber daya manusia (SDM) melalui kebijakan pendidikan dan pelatihan yang sesuai, agar tenaga kerja memiliki keterampilan ramah lingkungan yang mendukung industri energi terbarukan.
Dengan langkah-langkah strategis ini, Indonesia diharapkan dapat memaksimalkan potensi ekonomi dari pengembangan industri energi terbarukan, sekaligus berkontribusi dalam upaya global untuk mengatasi perubahan iklim dan mencapai keberlanjutan.