INFOENERGI.ID – Penurunan tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) di Jakarta telah memicu diskusi di kalangan masyarakat: apakah langkah ini akan berdampak pada penurunan harga bensin? Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Simon Aloysius Mantiri, menanggapi isu ini dengan menegaskan bahwa Pertamina siap mengikuti arahan pemerintah, termasuk dalam hal penyesuaian harga BBM.
“Kami sebagai BUMN tentunya akan menjalankan tugas strategis dan penugasan dari pemerintah. Kami pasti akan mengikuti arahan dari pemerintah,” ujar Simon saat ditemui di Jakarta, Senin (28/4/2025), dikutip dari Antara.
Simon menjelaskan bahwa meskipun ada kemungkinan penurunan harga BBM akibat kebijakan pajak baru ini, perhitungan akan dilakukan kembali sesuai panduan dari pemerintah. Ia menekankan bahwa harga BBM dipengaruhi oleh banyak faktor dan tidak bisa serta-merta berubah.
“Iya, tentunya (dihitung lagi). Pasti pemerintah selalu memberikan keputusan yang terbaik,” tambahnya.
Kebijakan penurunan tarif PBBKB ini diumumkan langsung oleh Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung Wibowo. Ia menyatakan bahwa tarif PBBKB akan diturunkan dari 10 persen menjadi 5 persen untuk kendaraan pribadi dan 2 persen untuk kendaraan umum.
“Kemarin saya sudah memutuskan untuk Jakarta. Kami akan memberikan kemudahan atau diskon yang dulu dipungut 10 persen menjadi 5 persen untuk kendaraan pribadi dan 2 persen untuk kendaraan umum,” kata Pramono di Balai Kota Jakarta, Rabu (23/4/2025), dikutip dari Antara.
Pramono menjelaskan bahwa tarif PBBKB sebesar 10 persen telah berlaku lebih dari satu dekade. Namun, dengan adanya regulasi baru, pemerintah daerah kini memiliki ruang untuk menetapkan besaran tarif pajak sesuai kondisi daerah. Ia memastikan kebijakan ini segera diberlakukan melalui peraturan gubernur.
“Dan itulah yang menjadi keputusan Gubernur DKI Jakarta dan segera disosialisasikan. Pergub-nya segera dibuat,” ujarnya.
Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta menjelaskan bahwa PBBKB dikenakan atas bahan bakar cair atau gas yang digunakan oleh kendaraan bermotor maupun alat berat. Pajak ini dipungut oleh penyedia bahan bakar, seperti produsen atau importir, saat bahan bakar diserahkan kepada konsumen.
Praktisi Perpajakan Andrean Rifaldo dalam tulisannya di Kompas.com menyatakan bahwa PBBKB bukan satu-satunya jenis pajak yang dikenakan atas pembelian BBM. Selain PBBKB, ada juga PPN yang dipungut oleh pemerintah pusat dengan tarif efektif sebesar 11 persen. Meski demikian, masyarakat tidak perlu terlalu khawatir karena pemungutan kedua jenis pajak tersebut tidak akan begitu memengaruhi harga BBM yang dibayar.
Untuk BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Biosolar, pemerintah menanggung selisih harga pasaran sehingga harga jualnya ke masyarakat bisa tetap sama di seluruh provinsi.
Upaya Pemprov Jakarta menurunkan tarif PBBKB menjadi 5 persen untuk kendaraan pribadi dan 2 persen untuk kendaraan umum kemungkinan besar tidak akan berdampak pada harga BBM non-subsidi, mengingat strategi penyamaan harga yang diberlakukan Pertamina berdasarkan kawasan. Misalnya, meskipun tarif PBBKB di Jakarta saat ini masih aktif sebesar 10 persen sementara Jawa Barat menerapkan tarif lebih rendah sebesar 5 persen, harga BBM non-subsidi di SPBU Pertamina pada kedua provinsi tetap dijual dengan harga yang sama.
Artinya, pemangkasan tarif PBBKB yang dilakukan Pemprov Jakarta mestinya tidak akan berdampak pada tingkat pemakaian dan harga BBM non-subsidi bagi warga Jakarta. Sebaliknya, justru ada risiko penurunan realisasi PBBKB yang dapat menurunkan potensi penerimaan daerah.