INFOENERGI.ID – Di tengah gemuruh pasar komoditas, harga batu bara dunia terus menunjukkan tren positif, bertahan di atas angka US$ 100 per ton selama dua minggu berturut-turut. Berdasarkan data Refinitiv, pada penutupan perdagangan Jumat (9/5/2025), harga batu bara acuan ICE Newcastle untuk kontrak dua bulan tercatat di posisi US$ 103,95 per ton, meskipun mengalami penurunan tipis sebesar 0,05% dalam sehari.
Meskipun ada penurunan harian, harga batu bara secara mingguan masih mencatatkan penguatan sebesar 1,56%, melanjutkan tren positif dari pekan sebelumnya yang mencapai 7,34%. Ini menandakan bahwa harga batu bara telah berada dalam zona hijau selama dua minggu berturut-turut. Sejak 22 April 2025, harga batu bara terus melaju tanpa henti, bahkan tidak mengalami penurunan selama 11 hari berturut-turut dan menguat selama 10 hari hingga 8 Mei 2025. Kinerja ini terbilang luar biasa, terutama di tengah penurunan harga komoditas minyak dan gas.
Harga batu bara tetap stabil meskipun dihadapkan pada berbagai sentimen negatif, mulai dari ketegangan geopolitik hingga inisiatif energi bersih dari Rockefeller Foundation. Ketegangan antara India dan Pakistan kembali memanas setelah serangan brutal terhadap wisatawan di Kashmir, wilayah yang dikuasai India. Ketegangan ini dikhawatirkan dapat mempengaruhi aktivitas perdagangan Indonesia dengan kedua negara tersebut.
Pada Rabu (7/5/2025), India secara resmi melancarkan serangan ke Pakistan, mengklaim serangan “presisi di kamp-kamp teroris” di dalam wilayah Pakistan dan Kashmir yang dikuasai. Ketegangan ini menjadi puncak dari konflik antara New Delhi dan Islamabad, yang dipicu oleh serangan mematikan di wilayah Kashmir yang diperebutkan.
India dan Pakistan merupakan konsumen besar batu bara, dengan India menjadi importir dan konsumen terbesar kedua di dunia setelah China. Perang yang terjadi dikhawatirkan dapat mengganggu lalu lintas ekspor batu bara kedua negara, sehingga menurunkan permintaan dan menekan harga.
Di sisi lain, Rockefeller Foundation meluncurkan skema baru untuk mempercepat penutupan pembangkit listrik tenaga batu bara di negara-negara berkembang. Inisiatif ini bertujuan untuk membantu negara-negara tersebut beralih ke sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan, sejalan dengan upaya global dalam mengurangi emisi karbon dan memerangi perubahan iklim.
Melalui kolaborasi dengan berbagai mitra internasional, termasuk lembaga keuangan dan pemerintah, Rockefeller Foundation berencana menyediakan dukungan finansial dan teknis untuk memfasilitasi transisi energi ini. Program ini juga mencakup pengembangan proyek energi terbarukan sebagai pengganti pembangkit batu bara yang ditutup, dengan tujuan memastikan pasokan energi yang stabil dan ramah lingkungan bagi masyarakat setempat.
Langkah ini menandai komitmen Rockefeller Foundation dalam mendukung pembangunan berkelanjutan dan mengatasi tantangan lingkungan di negara-negara berkembang. Dengan mengurangi ketergantungan pada batu bara, inisiatif ini diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap pencapaian target emisi global dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Rockefeller Foundation mengumumkan bahwa analisis barunya menunjukkan bahwa mendukung 60 proyek pada 2030 untuk menutup kapasitas pembangkit listrik tenaga batu bara dapat membuka investasi publik dan swasta senilai US$110 miliar. Selain itu, inisiatif ini dapat mencegah 9.900 kematian dini dan 640.000 hari kerja yang hilang setiap tahunnya, serta menghasilkan 29.000 pekerjaan permanen baru.
Meskipun ada upaya dari organisasi seperti Rockefeller Foundation, penggunaan batu bara di Asia, terutama di negara pengimpor terbesar seperti China dan India, tidak menunjukkan penurunan. Sebaliknya, penggunaan batu bara justru meningkat karena pasar berkembang utama di Asia meningkatkan pembangkit listrik tenaga batu bara untuk memenuhi permintaan listrik yang terus meningkat.
Harga batu bara yang terus bertahan di atas US$ 100 per ton mencerminkan dinamika pasar yang kompleks, dipengaruhi oleh ketegangan geopolitik dan inisiatif global untuk transisi energi bersih. Meskipun ada tantangan, inisiatif seperti yang dilakukan oleh Rockefeller Foundation memberikan harapan untuk masa depan energi yang lebih berkelanjutan. Namun, tantangan penggunaan batu bara di Asia tetap menjadi perhatian utama dalam upaya global mengurangi emisi karbon.