Rencana Listrik dan Transisi Energi yang Dipertanyakan
Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034 yang baru saja diumumkan oleh pemerintah Indonesia memicu beragam reaksi dari berbagai kalangan. Rencana ini dinilai kurang sejalan dengan upaya transisi energi yang tengah digalakkan. Dalam konteks global yang semakin menekankan pentingnya energi terbarukan, Indonesia menghadapi tantangan besar untuk menyeimbangkan kebutuhan energi dengan komitmen lingkungan.
Kebijakan Energi dan Dampaknya: Kritik dari CREA
RUPTL 2025-2034 menargetkan peningkatan kapasitas pembangkit listrik hingga 40,6 gigawatt. Namun, sebagian besar dari kapasitas ini masih didominasi oleh pembangkit listrik berbahan bakar fosil. Hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan aktivis lingkungan dan pakar energi.
Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) menjadi salah satu pihak yang mengkritik RUPTL ini. Analisis CREA menyebutkan bahwa rencana ini justru menjauh dari visi Presiden Prabowo Subianto untuk menghentikan penggunaan energi fosil secara bertahap pada 2040. CREA menilai bahwa kebijakan ini dapat menghambat upaya transisi menuju energi bersih, bahkan memperkuat ketergantungan Indonesia terhadap bahan bakar fosil.
Dominasi Bahan Bakar Fosil
Meskipun ada peningkatan dalam penggunaan energi terbarukan, seperti tenaga surya dan angin, dominasi bahan bakar fosil dalam rencana ini masih sangat kuat. Pembangkit listrik tenaga batu bara, misalnya, masih menjadi andalan utama dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional. Ini bertentangan dengan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi karbon dan meningkatkan penggunaan energi terbarukan.
Tantangan dalam Implementasi Energi Terbarukan
Salah satu tantangan utama dalam transisi energi di Indonesia adalah infrastruktur yang belum memadai untuk mendukung pengembangan energi terbarukan. Selain itu, investasi yang dibutuhkan untuk membangun pembangkit listrik tenaga surya dan angin masih tergolong tinggi. Pemerintah perlu memberikan insentif dan dukungan yang lebih besar untuk mendorong investasi di sektor ini.
Peran Pemerintah dan Kebijakan yang Diperlukan
Pemerintah memiliki peran penting dalam mendorong transisi energi. Kebijakan yang mendukung pengembangan energi terbarukan harus diperkuat, termasuk dengan memberikan insentif bagi investor dan pengembang proyek energi bersih. Selain itu, perlu ada upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya transisi energi dan dampaknya terhadap lingkungan.
Rencana Listrik 2025-2034 merupakan langkah penting dalam memenuhi kebutuhan energi nasional. Namun, untuk mencapai tujuan transisi energi yang berkelanjutan, diperlukan kebijakan yang lebih progresif dan dukungan yang lebih besar terhadap pengembangan energi terbarukan, sejalan dengan visi jangka panjang yang telah dicanangkan. Dengan komitmen yang kuat dari pemerintah dan partisipasi aktif dari masyarakat, Indonesia dapat menjadi contoh dalam transisi energi di kawasan Asia Tenggara, bukan malah memperkuat ketergantungan pada energi fosil.