Awal yang Tak Disangka dari Dunia Perkebunan ke Minyak
Aeilko Jans Zijlker, seorang manajer di perusahaan tembakau East Sumatra Tobacco Company di Deli, Sumatra Utara, tidak pernah menyangka akan menjadi pelopor industri minyak di Indonesia. Pada tahun 1880, saat melakukan inspeksi kebun, ia terjebak hujan badai dan berteduh di sebuah gubuk bersama warga lokal.
Tanah Menyala yang Membangkitkan Rasa Penasaran
Di tengah hujan, warga lokal menyalakan obor dari tanah liat yang diambil dari kubangan. Hal ini mengejutkan Zijlker karena tanah itu bisa terbakar. Keesokan harinya, ia kembali ke lokasi dan mencium bau khas minyak dari tanah tersebut. Ia lalu membawa sampel ke Batavia untuk diteliti.
Dari Sampel Menjadi Industri Besar
Hasil laboratorium mengonfirmasi kandungan minyak. Zijlker pun berinisiatif mencari investor dan mengurus izin pengeboran dari Sultan Langkat. Pada 15 Juni 1885, pengeboran dimulai dan terbukti berhasil besar: minyak menyembur dari kedalaman dangkal hingga ratusan ribu liter per hari. Lokasi ini kemudian dikenal sebagai kilang Pangkalan Brandan — ladang minyak legendaris di Sumatra.
Raja Minyak Pertama dan Cikal Bakal Royal Dutch Shell
Zijlker berhasil mengembangkan bisnis minyak dan menjual kepemilikan kilang kepada Royal Dutch (cikal bakal Shell). Operasi ladang ini kemudian dilanjutkan oleh perusahaan Belanda-Britania, dan produksi meningkat pesat hingga jutaan barel per tahun. Kini, Pangkalan Brandan masih beroperasi di bawah Pertamina.
Dampaknya bagi Indonesia
Penemuan Zijlker membuka jalan bagi eksplorasi minyak besar-besaran di tanah air. Dari situ, banyak orang berpindah dari industri perkebunan ke pertambangan, menjadikan minyak sebagai komoditas strategis nasional sejak awal abad ke-20.