Dampak perubahan iklim kini semakin meluas dan dirasakan di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Fenomena ini tidak hanya memengaruhi sektor pertanian dan kesehatan, tetapi juga mengancam keberlanjutan ekosistem laut dan hutan. Menyikapi kondisi tersebut, DPR RI mendorong percepatan transisi dari energi fosil ke energi terbarukan melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru Terbarukan (EBT).
Anggota DPR RI dari Komisi VII, Fraksi PAN, Eddy Soeparno menegaskan bahwa Indonesia saat ini sudah menghadapi dampak nyata perubahan iklim. Ia menilai pengesahan RUU EBT menjadi langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan memperluas penggunaan energi ramah lingkungan.
RUU EBT diharapkan menjadi payung hukum yang mendorong pengembangan energi terbarukan, sekaligus menjadi salah satu kunci untuk mencapai target pengurangan emisi karbon. Dengan adanya regulasi ini, diharapkan investasi di sektor energi terbarukan meningkat, menciptakan lapangan kerja baru, dan memperkuat pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Meski urgensinya tinggi, pembahasan RUU EBT masih menghadapi tantangan, termasuk perbedaan pandangan antaranggota DPR mengenai substansi dan penerapan aturan. Sebagian pihak khawatir peralihan ke energi terbarukan akan memengaruhi biaya produksi dan stabilitas ekonomi, sementara yang lain menekankan pentingnya kebijakan ini demi kelestarian lingkungan jangka panjang.
DPR berharap pengesahan RUU EBT dapat mempercepat langkah Indonesia dalam transisi energi, mengurangi emisi karbon, dan melindungi sumber daya alam. Dengan dukungan semua pihak, Indonesia berpotensi menjadi salah satu pelopor energi terbarukan di kawasan Asia Tenggara.