Pemerintah Indonesia telah menetapkan target ambisius untuk mencapai nol emisi karbon atau net zero emission pada tahun 2060. Namun, upaya menuju transisi energi bersih ini menghadapi berbagai hambatan, terutama ketergantungan yang masih tinggi pada sumber energi fosil.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Dasar di Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Rachmat Kaimuddin, menyatakan bahwa perjalanan menuju energi bersih tidaklah mudah seperti yang dibayangkan. Ada serangkaian proses kompleks yang harus dilalui untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan menggantinya dengan energi yang lebih ramah lingkungan.
Sektor pembangkit listrik di Indonesia masih didominasi oleh batu bara dan gas alam, sementara penggunaan energi terbarukan belum optimal akibat keterbatasan infrastruktur dan investasi. Di sisi transportasi, meskipun ada peningkatan penggunaan kendaraan listrik, jumlahnya masih sangat kecil dibandingkan kendaraan berbahan bakar fosil, dengan tantangan infrastruktur pengisian daya dan biaya sebagai hambatan utama.
Pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan dan insentif untuk mendorong transisi energi bersih, tetapi implementasinya terkendala oleh birokrasi dan koordinasi antar lembaga yang belum maksimal. Selain itu, peran ekonomi dari industri bahan bakar fosil juga membuat perubahan kebijakan menjadi lebih kompleks.
Untuk mewujudkan target net zero emission, Indonesia perlu berinvestasi besar dalam pembangunan infrastruktur energi terbarukan seperti pembangkit listrik tenaga surya dan angin, serta fasilitas pengisian kendaraan listrik. Peran serta berbagai pihak dan komitmen yang kuat menjadi kunci dalam menghadapi tantangan ini agar Indonesia dapat bergerak menuju masa depan yang berkelanjutan, sekaligus menjaga keamanan energi dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang.