Indonesia yang dikenal memiliki cadangan gas alam melimpah, justru masih menghadapi persoalan serius dalam distribusi domestik. Kelangkaan pasokan gas, termasuk di wilayah Jawa Barat, kembali menyoroti lemahnya tata kelola gas nasional. Meski neraca gas secara nasional tercatat surplus, sejumlah daerah tetap mengalami defisit. Data menunjukkan bahwa apabila hanya mengandalkan pasokan eksisting, wilayah Sumatera Tengah, Sumatera Selatan, dan Jawa Barat diproyeksikan mengalami shortage sekitar 130,90 BBTUD pada Agustus 2025. Kondisi defisit ini bahkan diperkirakan terus berlanjut hingga Desember 2025 dengan total kekurangan mencapai 566,70 BBTUD.
Dalam situasi ini, peran agregator gas dipandang sebagai salah satu solusi untuk mengurangi kesenjangan pasokan. Agregator berfungsi sebagai penghubung antara produsen dan konsumen, memastikan distribusi gas berjalan lebih stabil dan efisien. Dengan adanya mekanisme agregasi, distribusi gas dapat diatur lebih merata, meminimalisasi risiko kelangkaan akibat ketidakseimbangan pasokan, sekaligus mengoptimalkan infrastruktur yang sudah ada agar gas dapat menjangkau wilayah-wilayah dengan akses terbatas.
Kehadiran agregator gas tidak hanya membantu mengurangi defisit pasokan, tetapi juga berpotensi memberikan dampak positif bagi perekonomian. Efisiensi distribusi dapat memangkas biaya transportasi dan penyimpanan, sehingga harga gas bagi konsumen bisa lebih terkendali. Dari sisi lingkungan, distribusi yang lebih merata memungkinkan penggunaan gas sebagai energi bersih meningkat, sejalan dengan upaya menekan emisi karbon dan mendukung target transisi energi.
Meski menjanjikan, implementasi agregator gas di Indonesia tidak lepas dari hambatan. Dukungan regulasi serta kebijakan pemerintah menjadi faktor kunci. Selain itu, investasi untuk memperkuat infrastruktur distribusi dan kerja sama lintas pemangku kepentingan—baik pemerintah, badan usaha, maupun konsumen—juga diperlukan agar sistem ini berjalan efektif.
Defisit pasokan gas di sejumlah daerah menunjukkan perlunya langkah nyata dalam memperbaiki tata kelola distribusi energi. Agregator gas dapat menjadi instrumen strategis untuk menjawab tantangan ini, asalkan didukung dengan kebijakan yang tepat serta kolaborasi seluruh pihak. Dengan demikian, potensi gas alam Indonesia dapat dimaksimalkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi sekaligus menjaga keberlanjutan lingkungan.