Hutan mangrove memiliki fungsi penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem pesisir. Selain menjadi benteng alami dari abrasi dan badai, ekosistem ini juga menjadi rumah bagi beragam spesies laut maupun darat. Sayangnya, nilai ekonomi mangrove kerap diabaikan, terutama ketika ada wacana untuk mengubahnya menjadi area tambak.
Berdasarkan data Bank Dunia serta hasil riset Assessing the Environmental and Socioeconomic Impacts of Mangrove Loss in Indonesia yang terbit Juli 2025, nilai ekonomi mangrove diperkirakan mencapai 885.000 dolar AS per hektar per tahun. Angka tersebut mencakup manfaat ekologis dan ekonomis, seperti kemampuan menyerap karbon, perlindungan kawasan pesisir, hingga menopang keanekaragaman hayati.
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Virni Budi Arifianti, menegaskan bahwa konversi mangrove menjadi tambak udang hanya memberikan keuntungan jangka pendek, sedangkan kerugian ekologis dan ekonomis yang ditimbulkan sangat besar dalam jangka panjang. Hilangnya mangrove dapat mengurangi kemampuan alam dalam menyerap karbon serta meningkatkan kerentanan pesisir terhadap bencana alam.
Untuk mencegah kerugian lebih lanjut, pemerintah bersama para pemangku kepentingan perlu menyusun kebijakan yang mendukung perlindungan serta pengelolaan mangrove secara berkelanjutan. Upaya ini meliputi perlindungan area yang masih ada, rehabilitasi kawasan yang rusak, serta edukasi kepada masyarakat lokal mengenai manfaat jangka panjang dari pelestarian mangrove.
Konversi menjadi tambak seharusnya dipertimbangkan ulang karena lebih banyak mendatangkan kerugian dibandingkan manfaat. Dengan kebijakan yang tepat, mangrove dapat terus memberikan kontribusi besar bagi masyarakat dan kelestarian alam.