Harga batu bara internasional kembali menunjukkan tren penguatan. Kenaikan ini menandai reli selama dua hari berturut-turut dengan total penguatan sekitar 1,1%. Kenaikan harga tersebut masih dipengaruhi oleh perkembangan terbaru dari China. Dikutip dari Reuters, pemerintah China memberlakukan pembatasan produksi setelah terjadi lonjakan pasokan tak terduga pada paruh pertama tahun ini. Kebijakan ini diambil untuk menyeimbangkan kembali pasar dan mendorong stabilitas harga batu bara.
Selain itu, permintaan listrik di China yang terus meningkat, khususnya dari sektor industri, membuat kebutuhan energi berbasis batu bara tetap tinggi. Meski menjadi produsen batu bara terbesar, kapasitas produksi domestik tidak sepenuhnya mampu mengimbangi kebutuhan, sehingga impor masih diperlukan.
Langkah China membatasi produksi sekaligus tingginya konsumsi dalam negeri memberi efek langsung pada pasar global. Harga batu bara termal yang dipakai untuk pembangkit listrik terus terkerek naik. Indonesia, sebagai salah satu pemasok utama, turut merasakan dampak positif berupa kenaikan nilai ekspor. Namun, para pengamat menilai ketergantungan terlalu besar pada pasar China bisa berisiko jika terjadi perubahan kebijakan mendadak.
Di tengah kenaikan harga, penggunaan batu bara tetap menimbulkan kekhawatiran lingkungan. Emisi karbon dari pembangkit berbahan bakar fosil menjadi sorotan, sementara negara-negara termasuk China mulai mempercepat investasi ke energi terbarukan guna mengurangi ketergantungan pada batu bara di jangka panjang. Bagi Indonesia, situasi ini memberi peluang ekonomi, tetapi juga menjadi pengingat pentingnya diversifikasi pasar dan transisi energi yang berkelanjutan.