Selama ini kita hanya melihat hasil perdagangan pangan global terpampang rapi di rak-rak supermarket, misalnya beras dari Vietnam atau buah tropis dari negara berkembang. Namun, yang sering tidak disadari adalah bahwa perdagangan pangan global ternyata membawa dampak serius, salah satunya memicu krisis air di negara-negara miskin.
Negara maju seperti Amerika Serikat maupun kawasan Eropa Barat banyak bergantung pada impor pangan. Dengan mengandalkan pasokan dari luar negeri, mereka dapat menghemat penggunaan air domestik yang seharusnya dibutuhkan untuk pertanian. Sebagai contoh, ketika buah dan sayuran didatangkan dari kawasan tropis, negara-negara kaya tersebut tidak perlu mengalokasikan cadangan airnya untuk produksi pertanian yang boros air. Strategi ini membantu mereka menjaga keberlanjutan sumber daya dalam negeri.
Namun, pola ini seringkali menjadi beban berat bagi negara pemasok. India, Brasil, serta beberapa negara di Afrika menghadapi eksploitasi besar-besaran terhadap air tanah demi memenuhi permintaan ekspor. Sistem pertanian intensif yang berorientasi pada pasar global menyebabkan cadangan air semakin menipis, sementara masyarakat lokal justru rentan terhadap kelangkaan air bersih. Kondisi ini menimbulkan dilema antara keuntungan ekonomi dari ekspor dan keberlanjutan lingkungan yang semakin terancam.
Fenomena tersebut memperlihatkan ketimpangan global. Negara kaya menikmati keuntungan ekonomi dan efisiensi sumber daya, sedangkan negara miskin menanggung konsekuensi berupa krisis air dan degradasi lingkungan. Situasi ini diperburuk oleh dampak perubahan iklim yang meningkatkan frekuensi kekeringan di berbagai wilayah. Pertanyaan etis pun muncul: apakah perdagangan pangan global benar-benar adil bagi semua pihak?
Untuk mengurangi ketimpangan ini, kerjasama internasional perlu diperkuat. Negara maju tidak hanya mengambil manfaat dari impor pangan, tetapi juga harus berkontribusi membantu negara pemasok dalam pengelolaan sumber daya air. Investasi pada teknologi irigasi hemat air, penerapan metode pertanian berkelanjutan, serta pendanaan untuk adaptasi iklim dapat menjadi solusi yang realistis.
Perdagangan pangan global memang mendukung perekonomian lintas negara, tetapi dampaknya terhadap air tidak bisa diabaikan. Hanya dengan komitmen bersama, sistem perdagangan dapat diarahkan agar lebih berkeadilan—bukan hanya menguntungkan negara kaya, melainkan juga menjaga keberlanjutan sumber daya alam negara miskin yang menjadi pemasok utama pangan dunia.