Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana menghadirkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di jaringan Koperasi Desa Merah Putih sebagai upaya mewujudkan kemandirian energi. Jika inisiatif ini berjalan sesuai rencana, lebih dari 80 ribu koperasi berpotensi menyumbang kapasitas hingga sekitar 100 gigawatt (GW) PLTS secara nasional.
Meski ambisius, rencana tersebut dinilai akan menghadapi tantangan besar dalam aspek keberlanjutan. Analis Sistem Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan dari Institute for Essential Services Reform (IESR), Alvin Putra Sisdwinugraha, mengingatkan bahwa proyek serupa kerap berisiko terbengkalai setelah berjalan beberapa tahun. Faktor seperti keterbatasan pendanaan berkelanjutan, kendala teknis instalasi, hingga lemahnya kapasitas manajerial di tingkat koperasi bisa menjadi hambatan serius.
Agar proyek tidak mangkrak, IESR menilai penting adanya perencanaan matang yang mencakup dukungan finansial jangka panjang, peningkatan kapasitas pengelola koperasi, serta kolaborasi erat dengan sektor swasta. Keberhasilan proyek PLTS di koperasi desa berpotensi bukan hanya memperkuat kemandirian energi, tetapi juga menjadi model transisi energi berkelanjutan di tingkat akar rumput.