Menteri Lingkungan Hidup sekaligus Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, menyatakan bahwa dirinya masih menanti realisasi penerapan Bahan Bakar Minyak (BBM) rendah sulfur di Indonesia. Menurutnya, langkah ini penting karena sektor transportasi masih menjadi penyumbang terbesar polusi udara, khususnya di wilayah DKI Jakarta.
BBM rendah sulfur dinilai memiliki peran penting dalam menekan emisi berbahaya yang berdampak pada kesehatan masyarakat dan kualitas udara. Dengan kandungan sulfur yang lebih sedikit, emisi gas buang kendaraan dapat menjadi lebih bersih, sehingga membantu menurunkan risiko penyakit pernapasan serta memperbaiki kondisi lingkungan perkotaan.
Hanif menilai bahwa upaya konversi menuju penggunaan BBM rendah sulfur memerlukan keberanian besar. Salah satu hambatan terbesar adalah potensi meningkatnya beban subsidi apabila pemerintah ingin memasyarakatkan BBM berkualitas tinggi secara luas. Selain itu, kesiapan infrastruktur dan biaya produksi yang lebih tinggi juga menjadi tantangan tersendiri bagi industri energi di dalam negeri.
Pemerintah telah menyiapkan sejumlah kebijakan untuk mendukung peralihan menuju energi yang lebih ramah lingkungan, termasuk pemberian insentif kepada pihak industri yang berinvestasi pada teknologi bersih. Meski demikian, Hanif menegaskan bahwa realisasi penerapan BBM rendah sulfur membutuhkan komitmen bersama antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat.
Penerapan BBM rendah sulfur menjadi keharusan jika Indonesia ingin mengatasi masalah polusi udara dan menjaga kesehatan publik. Hanif Faisol Nurofiq berharap, meskipun penuh tantangan, konversi ini dapat segera diwujudkan dengan langkah berani demi masa depan lingkungan yang lebih bersih dan sehat.