Institute for Essential Services Reform (IESR), sebuah lembaga pemikir terkemuka di Indonesia, baru-baru ini menjalin kemitraan strategis dengan The Belt and Road Initiative International Green Development Cooperation (BRIGC) dari Tiongkok. Kolaborasi ini bertujuan untuk mengembangkan energi terbarukan dan mendukung upaya dekarbonisasi di Indonesia. Nota kesepahaman (MoU) untuk kerja sama ini ditandatangani di Beijing, ibu kota Tiongkok, pada Kamis (12/12) pekan lalu, dengan disaksikan langsung oleh Wakil Menteri Ekologi dan Lingkungan Hidup Tiongkok. BRIGC sendiri merupakan lembaga yang diinisiasi oleh Kementerian Ekologi dan Lingkungan Hidup Tiongkok bersama sejumlah mitra internasional.
Melalui kemitraan ini, IESR berkomitmen untuk melakukan penelitian dan analisis kebijakan strategis. Lembaga ini akan memberikan rekomendasi kebijakan serta menetapkan prioritas aksi guna memperkuat inisiatif hijau dan rendah karbon dalam kerangka kerja sama Inisiatif Sabuk dan Jalur Sutra (Belt and Road Initiative/BRI) dengan kementerian terkait. Selain itu, IESR akan memanfaatkan pengalaman luas dari anggota dan mitra BRIGC, baik dari Tiongkok maupun internasional, untuk mendorong transisi energi menuju netralitas karbon di Indonesia.
Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, menilai bahwa Tiongkok telah memimpin dunia dalam inovasi teknologi, mengintegrasikan standar baru, serta model bisnis dan teknologi mutakhir dalam mendorong transformasi bisnis rendah karbon di berbagai sektor. Namun, Fabby juga menyoroti bahwa masih banyak proyek yang didanai Tiongkok melalui BRI di Indonesia yang berkontribusi pada perubahan iklim, termasuk proyek pembangkit listrik tenaga batu bara. Oleh karena itu, investasi tersebut perlu dialihkan ke proyek energi terbarukan, mengingat Indonesia perlu membangun 15-25 gigawatt (GW) energi terbarukan mulai sekarang hingga 2050 untuk mencapai netralitas karbon pada tahun tersebut.
“Investasi dan teknologi dari Tiongkok merupakan salah satu sumber penting bagi Indonesia untuk mencapai target tersebut,” ujar Fabby dalam keterangan resminya. Fabby juga telah ditunjuk sebagai anggota BRI Green and Low Carbon Expert Network (GLEN) oleh Kementerian Ekologi dan Lingkungan Hidup Tiongkok. Forum ini terdiri dari 30 pakar, termasuk 17 pakar dari Tiongkok dan 13 pakar internasional, yang bertugas memberikan saran kepada pemerintah Tiongkok untuk penghijauan proyek-proyek BRI serta memberikan rekomendasi untuk mendukung pembangunan rendah karbon dan berkualitas tinggi di negara-negara mitra BRI.
Kerja sama terbaru antara IESR dan BRIGC ini diharapkan dapat meningkatkan hubungan diplomatik dan ekonomi antara Indonesia dan Tiongkok. Selain itu, kemitraan ini juga bertujuan untuk mendorong kolaborasi strategis, mendukung proyek-proyek rendah karbon, menarik lebih banyak investasi ke sektor energi terbarukan, serta memudahkan akses terhadap keahlian dan inovasi. Dengan langkah ini, diharapkan Indonesia dapat mempercepat transisi energi dan mencapai target dekarbonisasi yang telah ditetapkan.