Para raksasa minyak dan gas Eropa memutuskan untuk menggandakan investasi mereka di sektor minyak dan gas pada tahun 2024, dengan tujuan meraih keuntungan jangka pendek. Langkah ini mengakibatkan perlambatan dalam komitmen investasi terkait iklim yang sebelumnya direncanakan untuk dipertahankan hingga 2025.
Menurut laporan dari Reuters pada Jumat (27/12/2024), penurunan investasi ini terjadi setelah banyak pemerintah di seluruh dunia memperlambat penerapan kebijakan energi bersih. Hal ini disebabkan oleh lonjakan biaya energi yang terjadi setelah invasi Rusia ke Ukraina pada tahun 2022.
Perusahaan-perusahaan energi besar Eropa yang sebelumnya berinvestasi besar dalam transisi energi bersih kini melihat kinerja saham mereka tertinggal dibandingkan dengan pesaing dari Amerika Serikat, seperti Exxon dan Chevron, yang tetap fokus pada minyak dan gas. Dalam konteks ini, perusahaan seperti BP dan Shell telah memperlambat rencana mereka untuk menginvestasikan miliaran dolar dalam proyek pembangkit listrik tenaga angin dan surya, dan mengalihkan dana tersebut ke proyek minyak dan gas yang menawarkan margin lebih tinggi.
BP, yang sebelumnya menargetkan pertumbuhan 20 kali lipat dalam energi terbarukan menjadi 50 gigawatt dalam dekade ini, mengumumkan pada Desember bahwa mereka akan melepaskan hampir semua proyek pembangkit listrik tenaga angin lepas pantainya kepada perusahaan patungan dengan JERA, perusahaan pembangkit listrik Jepang.
Shell, yang pernah berkomitmen untuk menjadi perusahaan listrik terbesar di dunia, kini sebagian besar menghentikan investasi di proyek pembangkit listrik tenaga angin lepas pantai baru, keluar dari pasar listrik di Eropa dan China, serta melemahkan target pengurangan karbon. Equinor juga memperlambat investasinya dalam energi terbarukan.
Rohan Bowater, analis dari Accela Research, menyatakan bahwa gangguan geopolitik seperti invasi ke Ukraina telah melemahkan insentif CEO untuk memprioritaskan transisi rendah karbon di tengah harga minyak yang tinggi dan ekspektasi investor yang terus berubah. Bowater menambahkan bahwa BP, Shell, dan Equinor mengurangi pengeluaran untuk investasi proyek rendah karbon sebesar 8% pada 2024.
Shell menyatakan kepada Reuters bahwa mereka tetap berkomitmen untuk mencapai target emisi nol bersih pada 2050 dan terus berinvestasi dalam transisi energi. Equinor, dalam tanggapannya, menyebutkan bahwa proyek pembangkit listrik tenaga angin lepas pantai menghadapi tantangan dalam beberapa tahun terakhir akibat inflasi, kenaikan biaya, dan kemacetan rantai pasokan. Perusahaan milik pemerintah Norwegia ini menegaskan akan tetap selektif dan disiplin dalam pendekatan mereka terhadap proyek transisi energi.
Penurunan investasi energi bersih oleh perusahaan minyak ini menjadi berita buruk bagi upaya mitigasi perubahan iklim. Emisi karbon diperkirakan akan mencapai level tertinggi baru pada 2024, yang diprediksi menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat.
Tahun 2025 diperkirakan akan menjadi tahun yang penuh gejolak bagi sektor energi senilai US$3 triliun, terutama dengan kembalinya Donald Trump, yang skeptis terhadap upaya mitigasi perubahan iklim, ke Gedung Putih. Di sisi lain, China, sebagai importir minyak mentah terbesar di dunia, berusaha menghidupkan kembali ekonominya yang goyah, yang berpotensi meningkatkan permintaan minyak.
Eropa juga menghadapi ketidakpastian yang berkelanjutan akibat perang di Ukraina dan kekacauan politik di Jerman dan Prancis. Semua ketegangan ini terungkap dalam konferensi iklim tahunan Perserikatan Bangsa-Bangsa di Baku, Azerbaijan, pada November 2024, ketika presiden negara tuan rumah, Ilham Aliyev, memuji minyak dan gas sebagai anugerah Tuhan.
KTT tersebut menghasilkan kesepakatan pendanaan iklim global, namun mengecewakan para pendukung iklim yang berharap bahwa pemerintah akan bersatu untuk menghentikan penggunaan minyak, gas, dan batu bara. Perusahaan-perusahaan energi akan mengamati apakah Trump akan menindaklanjuti janji-janji untuk mencabut kebijakan energi hijau Presiden AS Joe Biden, yang telah memacu investasi energi terbarukan di seluruh Amerika Serikat.
Trump telah bersumpah untuk mengeluarkan Amerika Serikat dari upaya iklim global dan telah menunjuk eksekutif perminyakan yang skeptis terhadap iklim, Chris Wright, sebagai menteri energinya. Dengan situasi ini, masa depan transisi energi bersih tampak semakin menantang di tengah dinamika politik dan ekonomi global yang terus berubah.