PT Freeport Indonesia kini dihadapkan pada tantangan besar setelah diberlakukannya larangan ekspor bijih ore atau konsentrat sejak 31 Desember 2024. Pemerintah saat ini sedang mengkaji permohonan perpanjangan izin ekspor yang diajukan oleh Freeport Indonesia. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, memastikan bahwa diskusi lintas kementerian sedang berlangsung untuk mencapai keputusan yang menguntungkan bagi Freeport dan negara.
Bahlil menegaskan bahwa perpanjangan izin ekspor telah disampaikan secara resmi kepada pemerintah. Keputusan akhir akan diambil oleh Presiden Prabowo Subianto. “Kami dari Kementerian ESDM sedang membahas dan telah melakukan rapat dengan Kemenko. Karena ini melibatkan lintas kementerian, kami akan menunggu untuk melaporkannya kepada Bapak Presiden,” ujar Bahlil di kantor BPH Migas, Selasa (7/11).
Salah satu isu utama yang dibahas adalah volume ekspor yang akan diberikan. Smelter terbaru Freeport sebenarnya telah selesai dan siap beroperasi pada akhir tahun lalu. Namun, insiden ledakan dan kebakaran di unit asam sulfat memberikan dampak serius terhadap operasional smelter. “Mereka sebenarnya sudah siap, tapi asam sulfatnya terbakar. Jika tidak diperbaiki, proses industri lainnya tidak bisa berjalan. Meski hanya 10% dari total ruang lingkup smelter, dampaknya fatal,” jelas Bahlil.
Freeport Indonesia sebelumnya melaporkan keterlambatan produksi katoda dari smelter yang telah dibangun di Gresik, Jawa Timur. Elen Setiadi, Deputi Bidang Koordinasi Energi dan Sumber Daya Mineral Kemenko Perekonomian, menyatakan bahwa manajemen Freeport dan Mineral Industry Indonesia (MIND ID) melaporkan kondisi terkini smelter di Gresik yang belum berproduksi pasca insiden ledakan pada Oktober 2024.
Menurut Elen, smelter baru dapat beroperasi paling cepat awal Juli atau semester II 2025. “Katanya masih enam bulan lagi, pokoknya selesai. Awal ramp-up. Semester 1 selesai,” ungkap Elen. Setelah selesai, smelter tidak bisa langsung berproduksi maksimal, hanya mencapai kurang dari 50% kapasitas produksi maksimalnya yang bisa mencapai 1,7 juta ton per tahun. “Juli (ramp up) 40% dari kapasitas smelter baru,” tambah Elen.
Kondisi ini membuat janji Freeport dan pemerintah untuk mengoperasikan smelter secara penuh pada akhir tahun 2024 kembali tertunda. Namun, dengan pembahasan intensif dan koordinasi lintas kementerian, diharapkan solusi terbaik dapat dicapai untuk kepentingan bersama. Pemerintah dan Freeport harus bekerja sama untuk memastikan bahwa operasional smelter dapat berjalan lancar dan memberikan manfaat maksimal bagi perekonomian nasional.