Jakarta – Pemerintah Indonesia tengah menimbang untuk kembali memberikan lampu hijau bagi PT Freeport Indonesia (PTFI) dalam mengekspor konsentrat tembaga pada tahun 2025. Langkah ini mencerminkan tantangan yang dihadapi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, dalam menghentikan kebiasaan lama Freeport terkait ekspor konsentrat tembaga.
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, mengungkapkan bahwa manajemen Freeport telah mengajukan permohonan izin ekspor kepada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Saat ini, proses penerbitan izin tersebut sedang berlangsung. Kementerian ESDM bersama kementerian terkait lainnya tengah membahas permohonan ini melalui rapat khusus.
Izin ekspor konsentrat tembaga PTFI telah berakhir pada 1 Januari 2025, mengakibatkan penumpukan produksi konsentrat di gudang PTFI. Pemerintah sebelumnya telah mendorong Freeport untuk memproses konsentrat di dalam negeri, sejalan dengan selesainya pembangunan fasilitas smelter Freeport di Gresik, Jawa Timur.
Namun, fasilitas smelter Freeport di Gresik mengalami insiden kebakaran pada Oktober 2024, beberapa waktu sebelum izin ekspor berakhir. Insiden ini menyebabkan penundaan jadwal operasional smelter, yang seharusnya menjadi solusi untuk mengolah konsentrat tembaga di dalam negeri.
Bahlil menyatakan bahwa hasil rapat dengan kementerian terkait akan dilaporkan kepada Presiden Prabowo Subianto. Keputusan akhir mengenai izin ekspor akan mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi Freeport dan negara. “Kami akan menunggu hasil rapat dan melaporkannya kepada Bapak Presiden. Apapun keputusannya, pasti pertimbangannya lebih baik untuk Freeport dan untuk negara,” ujar Bahlil.
Bahlil sebelumnya menyampaikan kepada Investor Daily bahwa permohonan ekspor konsentrat tembaga oleh Freeport adalah “lagu lama” yang terus berulang. Pemerintah telah menegaskan larangan ekspor konsentrat tembaga untuk mendukung program hilirisasi. “Freeport ini kan lagu lama sebenarnya. Dari saya masih mahasiswa, sampai menjadi Menteri ESDM, tema Freeport ini begitu terus,” ungkap Bahlil dalam wawancara eksklusif.
Bahlil menekankan pentingnya komitmen Freeport untuk mempercepat perbaikan smelter yang rusak akibat kebakaran. “Lu berapa bulan memperbaiki? Kalau terbakar, lu berapa lama memperbaiki? Karena bagi Indonesia, agar Indonesia yang paling penting,” tuturnya.
Meskipun Bahlil mengakui bahwa ia pernah menerima beasiswa dari Freeport saat kuliah, ia menegaskan bahwa kepentingan bangsa dan negara tetap menjadi prioritas. “Aku dukung Freeport asal dia fair kepada bangsa negara. Kalau aku lebih milih Republik Indonesia, lebih milih cinta negara gue,” tegas Bahlil.
Dengan berbagai dinamika yang terjadi, keputusan mengenai izin ekspor konsentrat tembaga Freeport akan menjadi penentu arah kebijakan industri pertambangan di Indonesia. Pemerintah diharapkan dapat mengambil keputusan yang seimbang antara kepentingan ekonomi dan kedaulatan sumber daya alam.