INFOENERGI.ID, Jakarta – Indonesia telah menetapkan sasaran ambisius untuk mencapai bauran energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada tahun ini. Namun, laporan terkini dari Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2024 mengindikasikan bahwa realisasi target tersebut kemungkinan besar tidak akan tercapai. Pemerintah dihadapkan pada tantangan besar untuk mempercepat transisi energi dan mencapai target yang telah ditetapkan.
Institute for Essential Services Reform (IESR), sebuah lembaga think-tank terkemuka, mengungkapkan bahwa data dari Kementerian ESDM menunjukkan investasi di sektor energi baru terbarukan dan konservasi energi (EBTKE) hanya mencapai 1,8 miliar dolar AS dari target 2,6 miliar dolar AS. IESR menilai bahwa iklim investasi yang kurang kondusif menjadi salah satu penyebab utama tidak tercapainya target investasi energi terbarukan.
Menurut IESR, berbagai faktor struktural menjadi penghambat utama, termasuk struktur industri kelistrikan yang tidak efisien, kebijakan dan regulasi yang kurang berkualitas, risiko negara, serta preferensi terhadap batu bara melalui kebijakan domestic market obligation (DMO). IESR mendorong pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi energi terbarukan dengan meningkatkan kualitas kebijakan dan regulasi, mereformasi kebijakan DMO batu bara, serta memperbaiki proses pengadaan pembangkit di PLN.
IESR juga menekankan pentingnya penyederhanaan perizinan dan pemberian insentif fiskal untuk meningkatkan daya tarik proyek energi terbarukan. Kemudahan akses bagi konsumen untuk mendapatkan energi terbarukan juga menjadi perhatian utama. Transparansi dan akuntabilitas dalam laporan Capaian Sektor ESDM 2024 sangat penting, dengan mencantumkan target 2025 serta data capaian bauran energi terbarukan tahun 2024.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, capaian bauran energi terbarukan pada 2024 meningkat satu persen dari 13,9 persen di 2023 menjadi 14,1 persen di 2024. Namun, angka ini masih jauh dari target bauran yang harus dicapai pada 2024, yaitu 19,5 persen. IESR menegaskan perlunya evaluasi dan strategi inovatif untuk memecah kebuntuan dalam pencapaian target bauran energi terbarukan.
Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, menyarankan pemerintah untuk memanfaatkan kemitraan internasional seperti Just Energy Transition Partnership (JETP) untuk membiayai proyek energi terbarukan strategis. Komitmen pendanaan dari negara-negara anggota IPG dan GFANZ perlu dimobilisasi untuk menarik investasi yang lebih besar. Namun, pencairan pendanaan JETP masih terkesan lambat karena pemerintah belum cepat menyiapkan usulan proyek yang menguntungkan dan mereformasi kebijakan-kebijakan kunci.
Fabby mengapresiasi keputusan pemerintah untuk mengupayakan pensiun dini PLTU Cirebon dan menggantinya dengan pembangkit energi terbarukan. Namun, proses keputusan akhir untuk pensiun PLTU Cirebon yang sudah berlangsung sejak 2022 belum selesai hingga sekarang. Fabby juga mendorong pemerintah untuk mulai merencanakan pembatasan produksi batu bara yang trennya selalu naik pesat dalam 10 tahun terakhir.
Untuk mencapai target energi terbarukan, sinergi antara Kementerian ESDM, Kementerian Investasi dan Hilirisasi, Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, Bappenas, serta Kementerian Luar Negeri sangat penting. Kebijakan yang lebih harmonis dan menarik bagi investor harus diciptakan untuk mendorong investasi yang lebih besar di sektor energi terbarukan. Dengan strategi yang tepat, Indonesia dapat mencapai target energi terbarukan dan mengurangi ketergantungan pada energi fosil.