INFOENERGI.ID – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memanggil sebelas individu sebagai saksi dalam penyelidikan dugaan korupsi terkait pengelolaan minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero), Sub Holding, serta Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) untuk periode 2018 hingga 2023. Langkah ini merupakan bagian dari upaya Kejagung untuk menguak lebih dalam praktik korupsi yang diduga melibatkan sejumlah tokoh penting.
Di antara saksi yang diperiksa, terdapat Direktur Keuangan PT Adaro Minerals Indonesia yang berinisial HG. Selain itu, Koordinator Subsidi Bahan Bakar Migas di lingkungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga turut diperiksa. Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, menyatakan bahwa pemeriksaan ini dilakukan untuk mendalami keterlibatan para saksi dalam kasus yang menjerat tersangka YF dan lainnya.
Berikut adalah daftar lengkap 11 saksi yang telah diperiksa:
- HG, Direktur Keuangan PT Adaro Minerals Indonesia.
- CMS, Koordinator Subsidi Bahan Bakar Migas Kementerian ESDM.
- ISR, Staf pada Fungsi Crude Oil Supply PT Kilang Pertamina Internasional.
- DU, Staf pada Fungsi Crude Oil Supply PT Kilang Pertamina Internasional.
- HA, Manager Non Mining PT Pertamina Patra Niaga tahun 2018 s.d. 2020.
- EED, Koordinator Harga Bahan Bakar pada Dirjen Migas Kementerian ESDM.
- EAA, Manager Mining PT PPN tahun 2018 s.d. 2020.
- STH, Pelaksana Tugas Harian Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.
- DS, Panitia Pengadaan/Tim Tender PT Pertamina International Shipping.
- EP, Panitia Pengadaan/Tim Tender PT Pertamina International Shipping.
- MR, Panitia Pengadaan/Tim Tender PT Pertamina International Shipping.
Kejagung telah menetapkan sembilan orang sebagai tersangka dalam kasus korupsi ini. Di antara mereka adalah Riva Siahaan (RS), Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Yoki Firnandi (YF), Direktur Utama PT Pertamina International Shipping; serta Muhammad Kerry Andrianto Riza, anak dari Riza Chalid, yang berperan sebagai Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.
Dugaan praktik korupsi ini melibatkan kolaborasi antara penyelenggara negara dan broker. Para tersangka diduga bekerja sama dalam mengatur proses pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang selama periode 2018-2023. Kejagung memperkirakan bahwa tindakan melawan hukum ini telah menyebabkan kerugian negara yang mencapai Rp193,7 triliun.
Kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina ini menunjukkan betapa kompleksnya jaringan korupsi yang melibatkan berbagai pihak. Dengan pemeriksaan saksi dan penetapan tersangka, diharapkan Kejagung dapat mengungkap seluruh rangkaian kasus ini dan menegakkan hukum secara adil. Upaya ini juga menjadi pengingat akan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya negara.