INFOENERGI.ID – Seruan dari Presiden Amerika Serikat untuk melakukan pengeboran minyak dan gas bumi secara besar-besaran, yang dikenal dengan istilah ‘drill baby drill’, mulai menunjukkan dampaknya. Salah satu efek yang paling terasa adalah penurunan harga minyak mentah dunia. Kebijakan ini awalnya ditujukan untuk menekan harga bahan bakar minyak (BBM) di Amerika Serikat, namun kini dampaknya meluas hingga mempengaruhi pasar minyak global.
Harga minyak Brent untuk kontrak Juni tercatat ditutup pada angka US$ 66,92 per barel, mengalami sedikit penurunan dari posisi sehari sebelumnya di US$ 66,26. Sementara itu, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) ditutup pada US$ 63,80 per barel, sedikit menguat dari US$ 63,08 pada hari sebelumnya. Meskipun demikian, secara keseluruhan, harga minyak masih berada di bawah tekanan jika dibandingkan dengan level pekan lalu yang sempat mendekati US$ 68.
Direktur Keuangan dan Investasi Pertamina Hulu Energi, Dannif Danusaputro, menyatakan bahwa Indonesia masih perlu meningkatkan produksi minyak mentah untuk memperkuat ketahanan energi dalam negeri. Peningkatan produksi ini sudah menjadi agenda sebelum adanya seruan dari Presiden Trump untuk pengeboran minyak yang lebih masif. “Kami di Pertamina, khususnya Pertamina Hulu Energi, memiliki tugas untuk meningkatkan produksi guna menjamin keamanan energi sesuai program pemerintah. Jadi, program ‘drill baby drill’ dari Presiden Donald Trump tidak berpengaruh langsung terhadap kami,” ungkapnya dalam program Energy Corner di CNBC Indonesia.
Meskipun tidak berpengaruh langsung, Dannif mengakui adanya pengaruh tidak langsung berupa peningkatan suplai minyak mentah dunia yang menyebabkan harga minyak terus tertekan. “Salah satu tujuan dari Presiden Amerika Serikat adalah menurunkan biaya energi. Ini berdampak pada kami karena ini adalah sumber pendapatan kami,” tambahnya.
Sebagai informasi, produksi minyak di Amerika Serikat mencapai lebih dari 13,4 juta barel per hari pada Oktober 2024, meningkat sekitar 17% dibandingkan saat Trump mengakhiri masa jabatan pertamanya pada Januari 2021. Menurut Badan Informasi Energi AS, ini menandai produksi minyak mentah domestik bulanan tertinggi sejak tahun 1920.
Dengan kebijakan pengeboran masif yang diterapkan oleh Amerika Serikat, pasar minyak dunia mengalami perubahan signifikan. Meskipun kebijakan ini bertujuan untuk menurunkan biaya energi di AS, dampaknya dirasakan secara global dengan penurunan harga minyak mentah. Bagi Indonesia, peningkatan produksi minyak dalam negeri tetap menjadi prioritas untuk memastikan ketahanan energi. Pertamina berkomitmen untuk terus mempertahankan produksi minyak saat ini sambil memperhatikan investasi dalam pengembangan usaha. Harapannya, dengan strategi yang tepat, Indonesia dapat mengatasi tantangan pasar minyak global dan memperkuat posisi energi nasional.