Pembangunan PLTU di Tengah Target Net Zero Emission
Di tengah ambisi besar Indonesia untuk mencapai net zero emission pada tahun 2060, pemerintah tetap melanjutkan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan total kapasitas mencapai 6,3 gigawatt sebagaimana tercantum dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034. Keputusan ini memicu berbagai pertanyaan dan kekhawatiran di kalangan masyarakat serta aktivis lingkungan. Namun, pemerintah menyampaikan bahwa langkah ini diambil dengan mempertimbangkan urgensi kebutuhan energi nasional yang terus meningkat.
Alasan di Balik Keputusan Pembangunan PLTU
Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), PLTU masih dibutuhkan untuk menjaga keandalan pasokan listrik nasional dengan biaya yang relatif lebih rendah dibandingkan sumber energi baru terbarukan (EBT) dalam jangka pendek. PLTU juga memiliki kapasitas beban dasar (baseload) yang stabil dan besar, yang dibutuhkan untuk menopang pertumbuhan industri, elektrifikasi, dan pembangunan ekonomi nasional. Pemerintah juga menyoroti ketimpangan antara retorika energi bersih global dan kenyataan di mana negara lain tetap mengimpor batu bara dari Indonesia sambil menunda transisi energi.
Tantangan Menuju Net Zero Emission
Walaupun PLTU tetap dibangun, pemerintah menegaskan bahwa Indonesia tetap berkomitmen terhadap target net zero emission 2060. Salah satu tantangan terbesar adalah menyeimbangkan antara dekarbonisasi sektor energi dan kebutuhan akan pasokan listrik yang stabil. Pemerintah menyadari bahwa sektor energi, khususnya pembangkit listrik berbasis fosil, merupakan kontributor utama emisi gas rumah kaca. Oleh karena itu, dibutuhkan pendekatan transisi energi yang realistis dan bertahap.
Strategi Pemerintah untuk Mengurangi Emisi
Sebagai bagian dari strategi dekarbonisasi, pemerintah mengembangkan roadmap pensiun dini PLTU, meningkatkan bauran energi terbarukan secara bertahap, dan mendorong penggunaan teknologi rendah karbon. Selain pembangunan pembangkit surya, angin, dan biomassa, pemerintah juga mendorong pilot project teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) untuk PLTU yang sudah ada. Di samping itu, co-firing biomassa di PLTU eksisting menjadi salah satu solusi jangka menengah untuk menurunkan emisi tanpa kehilangan kapasitas pasokan listrik.
Reaksi dan Tanggapan Masyarakat
Keputusan untuk tetap membangun PLTU di tengah target net zero emission menimbulkan beragam respons dari masyarakat dan organisasi lingkungan. Sebagian besar kritik mengkhawatirkan efek jangka panjang terhadap lingkungan dan kesehatan publik, serta potensi konflik kebijakan transisi energi. Namun, sebagian pihak memahami perlunya keseimbangan antara pembangunan dan pengurangan emisi, terutama dalam konteks ketahanan energi nasional. Pemerintah diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan melibatkan berbagai pihak dalam proses formulasi kebijakan energi ke depan.
Kesimpulan
Pembangunan PLTU tetap berlanjut sebagai bagian dari strategi pasokan energi nasional, meskipun Indonesia telah menetapkan target net zero emission pada 2060. Komitmen terhadap dekarbonisasi tetap diupayakan melalui berbagai strategi transisi, mulai dari pemanfaatan energi terbarukan hingga implementasi teknologi rendah emisi. Namun, agar tujuan ini dapat tercapai, diperlukan koordinasi dan kolaborasi lintas sektor yang erat antara pemerintah, swasta, masyarakat sipil, dan komunitas internasional.