Pertambangan tanpa izin (PETI) atau tambang ilegal masih menjadi permasalahan serius yang belum terselesaikan di Indonesia. Praktik ini tidak hanya tersebar luas di berbagai daerah, tetapi kini bahkan telah merambah hingga ke kawasan strategis nasional seperti Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) per November 2024, tercatat terdapat sekitar 2.000 titik PETI yang aktif di seluruh Indonesia. Akibatnya, negara mengalami kerugian ekonomi yang sangat besar, mencapai triliunan rupiah setiap tahunnya.
Motivasi utama di balik maraknya tambang ilegal adalah tekanan ekonomi masyarakat, terutama di wilayah terpencil yang minim akses terhadap lapangan kerja formal. Dalam kondisi keterbatasan ekonomi, banyak warga terpaksa memilih terlibat dalam PETI demi memperoleh penghasilan cepat. Meskipun aktivitas ini mengandung risiko keselamatan tinggi dan konsekuensi hukum, daya tarik keuntungan instan sering kali mengalahkan pertimbangan jangka panjang.
Salah satu penyebab utama sulitnya pemberantasan PETI adalah lemahnya pengawasan dan penegakan hukum. Di berbagai daerah, aparat penegak hukum masih menghadapi keterbatasan sumber daya, baik dari segi personel maupun logistik. Celah dalam sistem birokrasi dan praktik korupsi oleh oknum tertentu memperburuk situasi, menyebabkan aktivitas PETI tetap eksis tanpa hambatan berarti.
Dampak lingkungan dari PETI sangat merusak. Penambangan yang dilakukan tanpa standar lingkungan menyebabkan deforestasi, pencemaran sungai, hingga kerusakan tanah dan ekosistem. Kerusakan ini tidak hanya mengancam keanekaragaman hayati, tetapi juga berdampak langsung pada keberlangsungan hidup masyarakat lokal yang bergantung pada sumber daya alam untuk kebutuhan sehari-hari.
Pemerintah terus berupaya mengatasi persoalan PETI melalui penertiban, revisi kebijakan, dan pendekatan pemberdayaan masyarakat. Namun, tantangan yang dihadapi tidak ringan. Diperlukan koordinasi antarlembaga yang lebih efektif, peningkatan kapasitas aparat penegak hukum, serta partisipasi aktif masyarakat dalam pengawasan wilayah mereka. Integrasi pendekatan hukum, ekonomi, dan sosial menjadi kunci dalam menyusun solusi yang menyeluruh.
Mengatasi persoalan tambang ilegal tidak bisa hanya mengandalkan penindakan semata. Diperlukan pendekatan yang komprehensif, mencakup peningkatan kesejahteraan masyarakat, penegakan hukum yang adil, dan pelestarian lingkungan. Dengan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, Indonesia dapat mengurangi praktik PETI dan menjaga keberlanjutan sumber daya alamnya untuk masa depan.