Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) buka suara terkait rencana perubahan kebijakan pengajuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB). Jika sebelumnya pengajuan RKAB berlaku tiga tahun, pemerintah kini berencana mengembalikannya menjadi hanya satu tahun sekali.
Padahal, RKAB yang telah diajukan perusahaan tambang saat ini sejatinya berlaku hingga 2026. Namun, dengan kebijakan baru tersebut, perusahaan harus kembali mengajukan RKAB untuk tahun 2026 mendatang.
Perubahan kebijakan ini diperkirakan akan berdampak langsung pada target produksi mineral dan batu bara dalam negeri. Dengan durasi RKAB yang lebih singkat, perusahaan tambang perlu melakukan penyesuaian strategi operasional. Tidak menutup kemungkinan target produksi akan terkoreksi seiring dengan proses administrasi tambahan yang harus dijalankan setiap tahun.
Bagi pelaku usaha, perubahan aturan ini menambah tantangan baru. Mereka harus memastikan dokumen dan persyaratan administrasi dipenuhi setiap tahun, yang dapat berimplikasi pada peningkatan beban kerja dan biaya. Selain itu, perusahaan juga dituntut lebih disiplin dalam perencanaan produksi agar selaras dengan kebijakan pemerintah.
Industri tambang merespons kebijakan ini dengan beragam pandangan. Sebagian menilai langkah ini dapat meningkatkan kontrol pemerintah terhadap kegiatan pertambangan. Namun, ada pula kekhawatiran kebijakan ini bisa menghambat kelancaran operasional dan investasi, terutama bagi perusahaan yang sudah menyusun rencana kerja jangka panjang.
Rencana perubahan kebijakan pengajuan RKAB menjadi satu tahun sekali mencerminkan komitmen pemerintah dalam memperkuat pengawasan sektor pertambangan. Meski menambah tantangan bagi perusahaan tambang, kebijakan ini diharapkan dapat menciptakan tata kelola yang lebih transparan dan akuntabel. Ke depan, dialog intensif antara pemerintah dan pelaku industri diperlukan agar implementasi aturan baru tidak mengganggu keberlanjutan produksi mineral dan batu bara nasional.