Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyampaikan bahwa China saat ini menjadi pemimpin global dalam adopsi kendaraan listrik. Kondisi ini berdampak besar terhadap keberlangsungan bisnis Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Negeri Panda.
Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung, mengungkapkan bahwa penggunaan kendaraan listrik di China kini telah melampaui 50% dari total kepemilikan kendaraan baru. Dengan tren tersebut, diperkirakan lebih dari 60% SPBU di China sudah berhenti beroperasi. Penurunan konsumsi bahan bakar minyak menjadi faktor utama yang memicu penutupan SPBU di berbagai wilayah.
Fenomena ini membawa dampak signifikan bagi masyarakat dan sektor bisnis. Bagi konsumen, transisi menuju kendaraan listrik menawarkan biaya operasional yang lebih murah dan ramah lingkungan. Namun, bagi pelaku usaha SPBU, penurunan permintaan BBM berarti tergerusnya pendapatan dan berkurangnya lapangan kerja di sektor terkait.
Sebagai negara dengan konsumsi energi terbesar di dunia, pemerintah China menanggapi perubahan ini dengan mendorong percepatan infrastruktur kendaraan listrik, seperti pembangunan stasiun pengisian daya (charging station) di berbagai kota besar. Selain itu, investasi di bidang energi terbarukan juga terus diperkuat untuk menopang kebutuhan energi jangka panjang.
Dominasi kendaraan listrik di China menegaskan arah transformasi energi global. Dengan populasi besar dan pertumbuhan ekonomi pesat, kebutuhan energi bersih akan semakin mendesak. Kondisi ini bukan hanya menjadi tantangan bagi industri BBM, tetapi juga peluang bagi inovasi teknologi ramah lingkungan yang lebih berkelanjutan.
Penutupan lebih dari 60% SPBU di China menjadi bukti nyata dari pergeseran besar menuju era kendaraan listrik. Meski berdampak pada bisnis BBM konvensional, langkah ini memperlihatkan keseriusan China dalam memimpin transisi energi dunia. Situasi ini juga dapat menjadi pelajaran berharga bagi negara lain untuk mempersiapkan diri menghadapi perubahan serupa di masa mendatang.