Setelah Freeport-McMoRan Inc. merevisi target produksi tahunannya, harga tembaga global menguat secara signifikan. Revisi ini merupakan buntut dari insiden fatal di tambang bawah tanah Grasberg Block Cave (GBC) yang dikelola oleh anak perusahaannya, PT Freeport Indonesia (PTFI).
Di London Metal Exchange (LME), harga tembaga melonjak hingga 3,63% mencapai US$10.336 per ton. Tambang Grasberg sendiri menyumbang sekitar 3% dari produksi tembaga global. Kecelakaan ini menambah panjang daftar gangguan pasokan di berbagai tambang besar dunia.
Analis BMO Capital Markets, Helen Amos, menyatakan bahwa insiden ini sangat signifikan karena terjadi di tengah kondisi pasokan tembaga yang sudah ketat. Kondisi ini bisa mendorong harga ke level yang lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya. Bahkan, bank-bank besar seperti Goldman Sachs Group Inc. dan Citigroup Inc. memproyeksikan harga tembaga bisa melonjak hingga US$15.000 atau US$13.000 per ton.
Pada akhir 2023, pasar tembaga diperkirakan berlimpah, tetapi kini telah mengalami defisit. Menurut Amos, defisit tembaga rafinasi global tahun ini bisa mencapai sekitar 300.000 ton.
Freeport-McMoRan memperkirakan pemulihan penuh operasi tambang GBC baru akan tercapai pada 2027. Penjualan tembaga dan emas PTFI pada kuartal IV-2025 diproyeksikan akan jauh di bawah estimasi awal. Produksi PTFI di tahun 2026 berpotensi turun sekitar 35% dibandingkan perkiraan sebelumnya.