
Jakarta – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengungkapkan adanya gangguan premanisme yang berdampak serius terhadap kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi (migas) di wilayah Selat Madura. Kepala SKK Migas, Djoko Siswanto, menyatakan bahwa gangguan ini terjadi saat Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) melakukan eksplorasi seismik, di mana beberapa oknum melakukan pemerasan dengan menuntut ganti rugi atas klaim kerusakan rumpon.
Pemerasan dan Klaim Kerusakan Rumpon
Djoko menjelaskan bahwa isu ini muncul ketika para preman mengklaim adanya kerusakan rumpon yang sebenarnya tidak ada. “Ada beberapa isu gangguan di masyarakat, terutama di Selat Madura, di mana para preman-preman itu melakukan pemerasan terhadap KKKS yang melakukan kegiatan eksplorasi seismik, di mana apa istilahnya itu, rumpon-rumpon yang tidak ada diakui,” ungkap Djoko dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XII DPR RI, Senin (18/11/2024).
Meskipun verifikasi di lapangan menunjukkan bahwa rumpon tersebut tidak ada, para oknum tetap melakukan ancaman jika KKKS tidak mengganti kerugian. “Berita acaranya itu dinyatakan tidak ada rumpon di situ, tetapi masyarakat melakukan ancaman kalau tidak diganti, bahkan kita sudah mengganti satu rumpon itu Rp 6 juta sampai Rp 30 juta bahkan. Jumlahnya mereka menyampaikan ribuan, padahal faktanya malah tidak ada,” tambah Djoko.
Dampak Terhadap Kegiatan Eksplorasi dan Investasi
Menurut Djoko, kondisi ini sangat mengganggu kegiatan eksplorasi dan kenyamanan investor yang ingin melakukan eksplorasi di wilayah perairan, khususnya di Selat Madura. Gangguan ini tidak hanya menghambat operasi sehari-hari tetapi juga menimbulkan ketidakpastian bagi para investor yang berencana untuk berinvestasi di sektor migas di Indonesia.
Permohonan Bantuan dari Pihak Terkait
Djoko meminta bantuan dari Komisi XII DPR RI, TNI, PURLI, dan tokoh-tokoh daerah untuk membantu memberikan pengertian kepada masyarakat yang tidak bertanggung jawab ini. “Kami mohon bantuan Bapak-Ibu sekalian, Komisi XII DPR RI bersama stakeholder terkait, TNI, PURLI, tokoh-tokoh daerah untuk bisa membantu kami memberikan pengertian kepada masyarakat yang tidak bertanggung jawab ini melakukan pemerasan di lapangan,” katanya.
Kesimpulan
Gangguan premanisme di Selat Madura menjadi tantangan serius bagi industri hulu migas di Indonesia. Dengan adanya dukungan dari berbagai pihak, diharapkan masalah ini dapat segera diatasi sehingga kegiatan eksplorasi dapat berjalan lancar dan menarik lebih banyak investasi ke sektor migas. Keberhasilan dalam mengatasi tantangan ini akan menjadi langkah penting dalam memastikan keberlanjutan dan pertumbuhan industri migas di Indonesia.