Jakarta: Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) dianggap tidak dapat diterapkan secara serampangan untuk semua jenis tindak pidana. Hal ini ditegaskan oleh Mahmud Mulyadi, seorang pakar hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara, dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi terkait pengelolaan tata niaga komoditas timah. Mahmud hadir sebagai saksi ahli dengan terdakwa Suwito Gunawan.
Mahmud menjelaskan bahwa Pasal 14 UU Tipikor telah mengatur secara tegas mengenai siapa saja yang dapat dikenakan tindak pidana korupsi sesuai dengan pasal-pasal di bawahnya. Selain itu, terdapat undang-undang lain di luar UU Tipikor yang juga mengatur tindak pidana tertentu. “Namun dengan syarat jika undang-undang tersebut, pasal tersebut dalam undang-undang khusus tersebut termasuk Tipikor,” ujar Mahmud dalam persidangan yang berlangsung pada Rabu, 4 Desember 2024.
Dalam konteks perkara pidana pertambangan, Mahmud menegaskan bahwa pidana sudah diatur dalam Pasal 158 UU Mineral dan Batubara (Minerba). Oleh karena itu, penerapan UU Tipikor tidak dapat dilakukan karena dibatasi oleh Pasal 14 UU Tipikor. “Jadi memang UU Minerba, jika domainnya adalah UU Minerba yang diatur dalam delik-delik Minerba 158 dan seterusnya, maka yang seharusnya diterapkan adalah UU Minerba bukan Tipikor,” jelas Mahmud.
Mahmud menambahkan bahwa Pasal 14 UU Tipikor hadir sebagai penghalang untuk penerapan UU Tipikor dalam perkara pidana pertambangan. Hal ini sudah dipertimbangkan oleh pembuat undang-undang agar tidak bersifat general. “Karena ada pasal 14 (UU Tipikor), maka dia terhalang untuk penerapan Tipikor. Tetap harus diterapkan UU Minerba atau UU Kepabeanan atau UU Perikanan,” ungkap Mahmud.
Saksi ahli hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda, juga mengungkapkan pandangan serupa. Menurut Chairul, jika ada undang-undang yang mengatur lebih khusus mengenai sanksi atas suatu tindak pidana, maka seharusnya menggunakan undang-undang tersebut, bukan UU Tipikor. “Berlakulah ketentuan UU itu yang mempunyai sanksi pidana, ini juga mengandung asas yang namanya lex specialis sistematik,” kata Chairul.
Dari pandangan para ahli hukum tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan UU Tipikor tidak dapat dilakukan secara sembarangan dan harus memperhatikan undang-undang lain yang lebih spesifik mengatur tindak pidana tertentu. Hal ini penting untuk memastikan bahwa penerapan hukum berjalan sesuai dengan asas lex specialis sistematik, di mana undang-undang yang lebih khusus harus diutamakan.