JAKARTA – Pemerintah Indonesia tengah mempertimbangkan rencana pembangunan fasilitas penyimpanan minyak di sebuah pulau yang berdekatan dengan Singapura. Hal ini diungkapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, sebagai bagian dari upaya negara untuk mencapai kedaulatan energi.
Bahlil menyatakan pada hari Rabu bahwa fasilitas penyimpanan minyak ini akan menyediakan cadangan pasokan selama 30 hingga 40 hari dan mampu “menampung berbagai jenis minyak” yang dapat dibeli oleh raksasa energi negara, Pertamina, dengan harga rendah.
“Berbicara tentang geopolitik, jika negara kita berperang, cadangan minyak kita hanya akan bertahan selama 21 hari,” ujar Bahlil, yang juga menjabat sebagai ketua Partai Golkar, setelah menghadiri sebuah acara di Jakarta yang melibatkan anggota parlemen Golkar, seperti dikutip oleh Antara.
Pada acara yang sama, Bahlil, yang juga mantan menteri investasi, mengungkapkan kebingungannya mengapa negara ini mengimpor 60 persen bahan bakarnya dari Singapura.
Negara pulau tersebut tidak memiliki sumber daya hidrokarbon dan mengimpor minyak mentah untuk industri pengilangan dan petrokimia, menurut data dari Badan Informasi Energi Amerika Serikat (EIA). Data tersebut juga menunjukkan bahwa Singapura mengimpor lebih dari dua pertiga minyak mentahnya dari Uni Emirat Arab, Qatar, Arab Saudi, dan Kuwait.
Laporan EIA tahun 2021 menyatakan bahwa negara kota tersebut terutama mengirimkan produk minyak bumi olahannya, termasuk bahan bakar, ke Malaysia, Indonesia, Australia, dan China.
Per Januari 2021, tiga kilang di Singapura memiliki kapasitas pengilangan total sebesar 1,3 juta barel per hari (bpd), menurut perkiraan dari Oil & Gas Journal. Negara pulau ini merupakan pusat pengilangan dan ekspor terbesar kelima di dunia dan termasuk dalam sepuluh besar eksportir petrokimia secara global.
Pada paruh pertama tahun 2024, produksi minyak siap jual Indonesia berkisar pada 576.000 barel minyak per hari (bopd), di bawah target 635.000 bopd untuk tahun ini, menurut data dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
Industri minyak Indonesia mencapai puncaknya pada tahun 1970-an dan 1980-an, ketika produksi melebihi 1 juta bopd dan ekspor minyak mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, produksi telah menurun secara bertahap sejak saat itu, sebagian besar disebabkan oleh sumur yang menua dan kurangnya cadangan baru.
Mantan presiden Joko “Jokowi” Widodo telah meminta para pembantunya untuk mengambil tindakan yang diperlukan guna menghentikan penurunan produksi minyak dan gas siap jual, menambahkan bahwa pejabat harus bekerja keras untuk menghindari penurunan “bahkan hanya satu liter”.
Kementerian Energi berencana untuk mengoptimalkan sumur minyak yang ada sebagai bagian dari upaya yang lebih besar untuk mengurangi biaya impor energi, yang diperkirakan mencapai hingga Rp 500 triliun (US$31,38 miliar) per tahun.
Negara ini memiliki sekitar 44.900 sumur minyak, 16.600 di antaranya tidak aktif, menurut data kementerian. Dari jumlah tersebut, sekitar 5.000 sumur yang tidak aktif dapat dioptimalkan untuk meningkatkan produksi domestik.
Rencana pembangunan fasilitas penyimpanan minyak di pulau dekat Singapura ini merupakan langkah strategis pemerintah dalam mewujudkan kedaulatan energi. Dengan mengurangi ketergantungan pada impor dan mengoptimalkan sumber daya yang ada, Indonesia berupaya untuk memperkuat posisinya dalam menghadapi tantangan energi global.