Sumatera Selatan (Sumsel) dikenal sebagai salah satu daerah penghasil energi kotor terbesar di Indonesia. Dengan 16 pembangkit listrik yang masih mengandalkan energi fosil, serta penambangan batubara yang mencapai ratusan juta ton setiap tahunnya, Sumsel menghadapi tantangan besar dalam upaya transisi menuju energi bersih. Pada tahun 2023, tercatat 105,8 juta ton batubara telah digali, dan angka ini diproyeksikan meningkat menjadi 131,2 juta ton pada tahun 2024.
Dengan adanya potensi energi terbarukan yang cukup besar, sudah seharusnya pemerintah memikirkan langkah untuk memensiunkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Sumsel. Langkah ini penting untuk menghindari ancaman pemanasan global yang dapat melebihi 3 derajat Celsius. Pemerintah Indonesia perlu merancang pendekatan yang terencana dan bertahap, melibatkan seluruh pihak terkait dalam proses transisi energi ini.
Mewujudkan target pemerintahan Prabowo Subianto untuk menerapkan 100 persen energi terbarukan dalam satu dekade ke depan dan mengakhiri operasional PLTU batubara pada 2040 bukanlah hal yang mudah. Boni Bangun, Direktur Perkumpulan Sumsel Bersih, menyatakan bahwa tanpa dukungan kuat dari pemerintah Sumsel melalui strategi komprehensif, target ini sulit tercapai. Saat ini, beberapa pembangkit listrik berbasis energi fosil masih beroperasi, termasuk PLTU MT Sumsel-8 yang baru beroperasi pada tahun 2023.
Sumsel memiliki potensi energi terbarukan sebesar 21.032 MW, namun baru 973,95 MW atau 4,63 persen yang termanfaatkan. Potensi terbesar berasal dari energi surya sebesar 17.233 MWp, diikuti oleh bioenergi dan geothermal. Pemanfaatan bioenergi terbesar berasal dari biomassa limbah perkebunan sawit, sementara geothermal dihasilkan dari PT PGE Lumut Balai dan PT Supreme Energy Rantau Dedap di Kabupaten Muara Enim.
Untuk mendorong percepatan pensiun dini PLTU di Sumsel, pemerintah harus mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan beralih ke energi terbarukan. Ini termasuk membangun ekonomi rendah karbon yang dapat menyelamatkan umat manusia dari dampak perubahan iklim. Menurut IESR, meskipun bauran energi fosil terus meningkat, pertumbuhan energi terbarukan masih jauh lebih rendah dari target yang ditetapkan.
Anindita Hapsari dari IESR menekankan pentingnya pendekatan terencana dan bertahap dalam transisi energi, dengan melibatkan pemerintah daerah dan masyarakat. Strategi ini mencakup penegakan kebijakan, insentif untuk teknologi rendah emisi, dan pembangunan infrastruktur energi terbarukan. Selain itu, penting untuk meningkatkan kesadaran publik dan melakukan reskilling tenaga kerja lokal yang terdampak oleh aktivitas energi fosil.
Sumatera Selatan memiliki tantangan besar dalam transisi menuju energi terbarukan, namun juga memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan. Dengan strategi yang tepat dan dukungan dari semua pihak, Sumsel dapat menjadi contoh sukses dalam transisi energi bersih di Indonesia. Upaya ini tidak hanya penting untuk lingkungan, tetapi juga untuk masa depan ekonomi dan sosial masyarakat Sumsel.