Baku, Azerbaijan – COP 29 bukan sekadar babak baru dalam diskusi iklim; pertemuan ini menjadi titik balik dalam kebijakan iklim global. Tahun ini, perhatian tertuju pada dua isu penting yang saling terkait untuk masa depan berkelanjutan: peralihan global ke energi terbarukan dan kebutuhan mendesak untuk menangani kerugian dan kerusakan yang meningkat akibat perubahan iklim. Diskusi ini tidak hanya tentang kebijakan—tetapi juga tentang keadilan, kesetaraan, dan memastikan masa depan yang tidak meninggalkan komunitas paling rentan.
Salah satu hasil utama dari COP 29 adalah pembentukan dana iklim global untuk kerugian dan kerusakan, menandai langkah bersejarah ke depan. Selama beberapa dekade, negara-negara berkembang—yang banyak di antaranya menyumbang emisi global paling sedikit—telah menanggung beban bencana iklim, dari banjir ekstrem hingga kekeringan berkepanjangan. Pada saat yang sama, mereka sering kekurangan sumber daya untuk mengatasi dan pulih. Dana baru ini menjadi penyelamat, memberikan dukungan finansial kepada negara-negara ini, memungkinkan mereka untuk membangun kembali dan beradaptasi menghadapi tantangan yang semakin meningkat. Meskipun langkah ini monumental, penting untuk diingat bahwa dana ini hanyalah satu bagian dari persamaan. Komitmen yang lebih kuat dari negara maju untuk mengurangi emisi dan berinvestasi dalam energi terbarukan sama pentingnya untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
Di sinilah revolusi energi terbarukan berperan. Seiring krisis iklim yang semakin cepat, kebutuhan akan infrastruktur energi bersih dan tangguh tidak pernah lebih mendesak. Sumber energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, dan air tidak hanya menjadi kunci untuk mengurangi emisi karbon global, tetapi juga menawarkan solusi kuat untuk krisis energi yang diperburuk oleh perubahan iklim. Menurut Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA), beralih ke energi terbarukan dapat mengurangi emisi karbon global hingga 70% pada tahun 2050—tujuan yang ambisius namun dapat dicapai. Namun, agar transisi ini berhasil, kita membutuhkan lebih dari sekadar inovasi teknologi—kita memerlukan kebijakan yang mendorong kerja sama global, menghilangkan hambatan perdagangan, dan memfasilitasi akses ke energi bersih yang terjangkau di seluruh dunia.
Di COP 29, langkah signifikan telah diambil di bidang ini. Fokus utama adalah pengurangan tarif pada teknologi energi terbarukan seperti panel surya dan turbin angin. Tarif semacam itu, yang sering dikenakan oleh negara-negara dengan emisi tinggi, menghambat penyebaran global teknologi energi bersih, terutama di negara-negara berkembang. Pusat Perdagangan Internasional memperkirakan bahwa pengurangan tarif ini dapat membuka pasar senilai $1 triliun untuk energi bersih dalam dekade mendatang. Pergeseran ini sangat penting karena seiring dengan turunnya biaya energi terbarukan—harga fotovoltaik surya telah turun lebih dari 80% dalam dekade terakhir—hambatan perdagangan tetap menjadi penghalang signifikan. Mengurangi hambatan ini akan memungkinkan teknologi mengalir bebas melintasi batas, menurunkan biaya, dan mempercepat transisi global ke energi bersih.
Namun, energi terbarukan bukanlah solusi satu ukuran untuk semua. Banyak negara berkembang masih bergulat dengan infrastruktur yang diperlukan untuk memanfaatkan sumber daya ini. Diskusi di COP 29 menekankan pentingnya mengintegrasikan energi terbarukan dengan upaya ketahanan iklim yang lebih luas, memastikan bahwa negara-negara paling rentan dapat memanfaatkan teknologi ini. Investasi dalam infrastruktur lokal, insentif keuangan, dan program transfer pengetahuan akan sangat penting untuk mewujudkan hal ini. Hanya dengan membangun kapasitas lokal dan mengurangi kemiskinan energi kita dapat memastikan bahwa tidak ada negara yang tertinggal dalam revolusi energi terbarukan.
Perkembangan menarik lainnya di COP 29 adalah visi untuk jaringan energi bersih global. Bayangkan dunia di mana energi yang dihasilkan oleh ladang surya dan angin di gurun yang cerah dan wilayah pesisir yang berangin dapat ditransmisikan melintasi batas untuk memberi daya pada kota dan industri jauh di luar. Ide ini bukan sekadar mimpi—ini adalah solusi yang layak yang dapat mengubah lanskap energi global. Menurut Bank Dunia, energi terbarukan dapat memenuhi 40% kebutuhan energi global pada tahun 2030 jika pemerintah berkomitmen untuk mengurangi hambatan perdagangan dan meningkatkan investasi dalam infrastruktur energi bersih. Jaringan yang saling terhubung ini akan membantu memastikan keamanan energi, mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, dan menyediakan daya bersih yang terjangkau untuk semua.
Namun, transisi energi bersih bukan hanya tentang memberi daya pada rumah—ini tentang dekarbonisasi sektor-sektor yang telah lama menjadi penyumbang emisi besar, seperti transportasi, industri, dan pertanian. Diskusi penting di COP 29 adalah kebutuhan untuk mendekarbonisasi sektor emisi tinggi, dimulai dengan transportasi. Forum Transportasi Internasional memperkirakan bahwa transportasi menyumbang 14% dari emisi global. Dengan mengelektrifikasi sistem transportasi dan menghubungkannya dengan sumber energi terbarukan, kita dapat secara dramatis mengurangi angka ini. Sementara itu, hidrogen hijau—bahan bakar bersih yang dapat merevolusi sektor seperti baja dan semen—telah mendapatkan daya tarik, dengan investasi di sektor ini diperkirakan akan tumbuh pesat dalam beberapa tahun mendatang.
Pada akhirnya, percakapan di COP 29 merangkum satu pesan penting: transisi energi tidak dapat terjadi secara terpisah. Ini harus dipasangkan dengan pengakuan bahwa mereka yang paling sedikit berkontribusi terhadap krisis iklim sering kali adalah yang paling menderita. Dana kerugian dan kerusakan adalah langkah ke arah yang benar, tetapi itu hanya bagian dari solusi. Sementara energi terbarukan memainkan peran penting dalam mengurangi dampak iklim di masa depan, kita juga harus memastikan bahwa aliran keuangan, inovasi teknologi, dan kerja sama internasional selaras untuk menciptakan masa depan yang benar-benar berkelanjutan.
Jalan ke depan sudah jelas. Dengan menghilangkan hambatan perdagangan, berinvestasi dalam infrastruktur energi terbarukan, dan mendukung komunitas rentan melalui dana kerugian dan kerusakan, kita dapat mempersiapkan panggung untuk dunia yang lebih bersih dan lebih adil. Namun, ini bukan hanya tentang energi; ini tentang kerja sama global, tanggung jawab bersama, dan keadilan iklim. COP 29 telah menunjukkan bahwa kita memiliki alat untuk membangun masa depan yang berkelanjutan, tetapi sekarang terserah kita untuk bertindak. Dunia sedang mengamati, dan saatnya untuk bertindak adalah sekarang.