JAKARTA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengisyaratkan adanya potensi pengurangan jumlah perusahaan atau industri yang memperoleh keuntungan dari kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) sebesar US$ 6 per MMBTU. Kebijakan ini sebelumnya ditujukan untuk tujuh sektor industri.
Bahlil menjelaskan bahwa saat ini pihaknya masih melakukan evaluasi terhadap industri penerima HGBT. Hal ini mengingat terdapat 20 item persyaratan yang harus dipenuhi oleh industri untuk mendapatkan harga gas murah tersebut.
“HGBT itu kan tujuannya untuk memberikan sebuah nilai bisnis yang masuk. Nah kalau yang sudah masuk, yang IRR-nya udah bagus, kemungkinan kita dapat pertimbangkan untuk dikeluarkan di dalam HGBT. Tetapi kalau yang masih dibutuhkan, dan kita lihat IRR-nya belum bagus, itu tetap kita pertahankan,” ujar Bahlil saat ditemui di Kantor BPH Migas, Selasa (7/1/2025).
Lebih lanjut, Bahlil menyatakan bahwa meskipun ada kemungkinan pengurangan penerima harga gas murah untuk tujuh industri, hingga kini pemerintah belum memutuskan kebijakan tersebut. “Ada kemungkinan (berkurang), kita lagi ada bahas, tapi belum final ya,” ungkapnya.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas), Dadan Kusdiana, menjelaskan bahwa kelanjutan atau perluasan kebijakan HGBT untuk sektor industri nantinya akan diputuskan oleh Presiden Prabowo Subianto. “Kalau aturannya kalau diperluas, itu kan harus sedang yang dipimpin oleh Presiden,” kata Dadan saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (3/1/2024).
Saat ini, Kementerian ESDM tengah melakukan evaluasi terhadap kebijakan HGBT yang kemungkinan akan dilanjutkan untuk tujuh sektor industri. Namun, hal ini tetap mempertimbangkan kecukupan penerimaan negara.
“Yang dapat HGBT itu yang sudah ada kontrak PJBG. Kontraknya berdasarkan harga komersial mereka dengan penyedia. Sekarang udah putus yang 2024, 31 Desember HGBT udah stop. Tapi nanti pemerintah memutuskan untuk HGBT yang mana yang diperpanjang, mana yang akan berlanjut, itu tuh kebijakan harganya,” jelas Dadan.
Dadan menilai bahwa pasokan gas untuk tujuh sektor industri sejatinya bukan menjadi isu. Sebab, dalam kontrak Penandatanganan Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) sudah tersedia. “Nah pemerintah nanti akan menetapkan harganya. Dengan mempertimbangkan, tetap sih mempertimbangkan pasokan dan mempertimbangkan kecukupan penerimaan negara,” tambah Dadan.
Menurut Dadan, karena kelanjutan kebijakan HGBT hingga saat ini belum diputuskan, maka harga gas untuk industri akan mengikuti harga komersial yakni di atas US$ 6 per MMBTU. “Jadi nanti kalau sekarang kan, belum ada aturannya untuk yang itu. Ya sekarang berjalan. Yang harganya komersial. Tapi nanti kalau diputuskan, kalau diputuskan itu berlakunya dari 1 Januari,” tutupnya.
Dengan berbagai pertimbangan dan evaluasi yang sedang berlangsung, keputusan akhir mengenai kebijakan HGBT akan sangat bergantung pada arahan dari Presiden Prabowo Subianto dan hasil evaluasi dari Kementerian ESDM. Keputusan ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi industri dan perekonomian nasional.