Harga minyak mentah terus mengalami penguatan untuk sesi ketiga berturut-turut. Dorongan terbaru datang setelah Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, menyampaikan kepada pejabat Uni Eropa bahwa dirinya bersedia memberlakukan tarif baru terhadap India dan China. Tujuannya adalah untuk menekan Rusia agar mau bernegosiasi dengan Ukraina.
Ancaman tarif tersebut tidak datang tanpa syarat. Trump menegaskan bahwa kebijakan itu hanya akan diterapkan apabila negara-negara anggota Uni Eropa juga sepakat melakukan hal yang sama. Pernyataan ini langsung memicu pergerakan harga minyak. West Texas Intermediate (WTI) menguat hingga diperdagangkan mendekati US$63 per barel pada awal perdagangan Asia, sementara Brent ditutup di atas US$66 per barel pada Selasa (10/9).
Kenaikan harga minyak juga diperkuat oleh ketegangan geopolitik. Pada sesi perdagangan sebelumnya, harga sudah terdorong naik menyusul laporan serangan Israel ke Doha yang menargetkan pimpinan senior Hamas. Serangan tersebut meningkatkan kekhawatiran pasar akan eskalasi konflik di kawasan Timur Tengah, yang berpotensi mengganggu stabilitas pasokan energi global.
Kombinasi faktor geopolitik di Timur Tengah dan ancaman tarif perdagangan dari AS membuat pasar minyak berada dalam kondisi penuh ketidakpastian. Investor kini memantau dengan cermat apakah Uni Eropa akan merespons ajakan Trump, sekaligus perkembangan konflik di Timur Tengah, yang keduanya akan sangat menentukan arah pergerakan harga minyak dunia ke depan.