Harga tembaga dunia diprediksi akan melanjutkan tren penguatan (bullish), meskipun sempat terkoreksi di bawah US$10.000 per ton. Prospek positif ini didorong oleh dua faktor utama: gangguan pasokan dari salah satu tambang terbesar dunia, yaitu Grasberg Block Cave (GBC) milik PT Freeport Indonesia (PTFI), dan pelemahan nilai dolar AS.
Wahyu Laksono, seorang analis komoditas, menilai bahwa harga tembaga berpotensi menguji level US$10.500 hingga US$10.800 per ton dalam jangka pendek hingga menengah. Ia menjelaskan, insiden longsor di tambang GBC telah menyebabkan penurunan kapasitas produksi PTFI hingga 70%. Sebagai salah satu tambang tembaga terbesar di dunia, gangguan ini secara langsung memicu kekhawatiran pasar akan berkurangnya pasokan global.
Dampak dari insiden ini diperkuat oleh faktor makroekonomi, yaitu pelemahan indeks dolar AS setelah Bank Sentral AS memangkas suku bunga acuannya. Kombinasi dari gangguan pasokan dan sentimen makro yang mendukung ini menciptakan katalis positif bagi pergerakan harga tembaga.
Secara teknikal, level resistance terdekat yang harus diuji adalah US$10.250 per ton. Jika berhasil ditembus, harga akan menguji US$10.500 per ton. Sementara itu, level support terdekat yang perlu diperhatikan berada di US$9.800 per ton.
Menurut estimasi Wahyu, terhentinya operasional GBC berpotensi mengganggu 2,3% dari total pasokan tembaga dunia. Meskipun angka ini terlihat kecil, pasar komoditas tembaga sangat sensitif terhadap gangguan pasokan, terutama dari produsen utama.
Perkembangan Insiden Longsor Freeport
Insiden longsor material basah di tambang bawah tanah Grasberg Block Cave terjadi pada Senin (12/9/2025). Tim penyelamat PTFI masih terus melakukan pencarian terhadap lima pekerja yang terjebak, setelah dua pekerja lainnya ditemukan meninggal dunia.
Akibat insiden ini, kegiatan operasional tambang GBC dihentikan sementara, yang menyebabkan produksi PTFI turun menjadi sekitar 30% dari kapasitas normal. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Tri Winarno, menyebutkan bahwa dari tujuh pekerja yang terjebak, dua di antaranya adalah warga negara asing, masing-masing dari Chile dan Afrika Selatan.