Berdasarkan analisis pakar energi, kebijakan yang ditempuh Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, dinilai sebagai langkah yang merugikan baik bagi Pertamina maupun operator SPBU swasta. Kebijakan yang dimaksud adalah perubahan durasi izin impor BBM menjadi per 6 bulan dan arahan agar SPBU swasta membeli pasokan dari Pertamina.
Menurut ekonom UGM, Fahmy Radhi, kebijakan ini membebani Pertamina karena mereka harus menanggung biaya impor mendadak tanpa mengambil margin keuntungan yang signifikan. Di sisi lain, SPBU swasta juga dirugikan karena harga BBM yang mereka beli dari Pertamina diprediksi lebih mahal, yang akan menggerus keuntungan dan berpotensi membuat mereka keluar dari pasar Indonesia. Hal ini pada akhirnya dapat berdampak buruk pada iklim investasi di Tanah Air.
Fahmy juga menuduh kelangkaan BBM yang terjadi ini “by design” atau sengaja diciptakan oleh pemerintah. Ia menduga perubahan durasi izin impor dilakukan agar SPBU swasta tidak sempat menyiapkan pasokan sendiri, sehingga mereka terpaksa membeli dari Pertamina. Langkah ini diduga terkait dengan upaya pemerintah untuk mengalihkan impor BBM dari Singapura ke Amerika Serikat, sejalan dengan kesepakatan tarif resiprokal dengan pemerintahan Presiden Donald Trump.