Jakarta – Para pelaku Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di sektor minyak dan gas bumi (Migas) kini tengah diliputi kecemasan akan potensi kriminalisasi dalam proses perolehan dana participating interest (PI) sebesar 10 persen dari blok migas. Hal ini diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (ADPMET), Andang Bachtiar, yang menyatakan bahwa kekhawatiran ini muncul akibat maraknya pemberitaan mengenai dugaan korupsi di BUMD pengelola PI.
Menurut Andang, dugaan korupsi yang menimpa BUMD penerima PI ini sering kali disebabkan oleh kurangnya pemahaman atau interpretasi yang salah terhadap regulasi yang ada. Dana PI sebenarnya telah diatur dalam berbagai peraturan, termasuk Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, yang telah mengalami beberapa perubahan, serta Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 37 Tahun 2016 dan Keputusan Menteri ESDM Nomor 223 Tahun 2022.
Andang menambahkan bahwa persepsi masyarakat umum dan sebagian aparat penegak hukum yang tidak lengkap mengenai maksud, tujuan, serta tata kelola yang diatur dalam peraturan tersebut turut menambah kekhawatiran. “Tentu saja merasa was-was karena persepsi yang tidak lengkap,” ujarnya saat dihubungi Tempo pada Kamis, 12 Desember 2024.
Dana hasil pengelolaan PI 10 persen sering kali disalahartikan sebagai dana bagi hasil daerah yang harus langsung masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Padahal, dana tersebut merupakan hasil dari aktivitas bisnis BUMD yang diperoleh melalui partisipasi dalam pengelolaan Wilayah Kerja Migas. Modal kerja BUMD untuk partisipasi ini biasanya ditalangi terlebih dahulu oleh operator kontraktor migas.
Andang menjelaskan bahwa dari 78 Wilayah Kerja Migas yang sedang dalam proses pembagian PI 10 persen kepada BUMD, baru 9 wilayah yang berhasil menyelesaikan proses tersebut dalam 8 tahun terakhir. Masih ada 69 wilayah kerja yang dalam tahap proses dan penyelesaian. “Namun, dengan adanya beberapa kasus hukum yang membayangi, proses ini menjadi berjalan lambat,” tuturnya.
Pengalihan dan pengelolaan PI 10 persen oleh BUMD bertujuan untuk meningkatkan transparansi data lifting migas, mendukung perencanaan anggaran daerah yang lebih akurat, serta transfer pengetahuan teknologi dan proses bisnis migas kepada putra daerah. Selain itu, pengelolaan PI juga mempermudah akses energi daerah dan memberikan sumber pendapatan baru bagi pemerintah daerah.
ADPMET terus berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sejak awal pengurusan PI 10 persen hingga tahap penggunaan dana oleh BUMD Migas. Pendekatan ini bertujuan untuk menyosialisasikan pengelolaan dana kepada pihak terkait dan mendapatkan arahan yang jelas mengenai kepatuhan terhadap regulasi.
Kasus dugaan korupsi yang dimaksud oleh Andang terjadi di beberapa BUMD, termasuk di Lampung dan Rokan Hilir, serta Sulawesi Barat. Kalimantan Timur, sebagai salah satu pelopor penerima dana PI 10 persen, juga mengalami serangkaian pemeriksaan terkait dana tersebut. Di Jawa Barat, pertanyaan dan permintaan klarifikasi terkait dana hasil pengelolaan PI 10 persen juga sering disampaikan, namun dapat dijelaskan dengan baik oleh pengurus BUMD Migas.
Dengan berbagai tantangan yang dihadapi, diharapkan koordinasi yang baik antara BUMD, pemerintah, dan aparat penegak hukum dapat memastikan pengelolaan dana PI yang transparan dan sesuai regulasi, sehingga dapat memberikan manfaat maksimal bagi daerah penghasil migas.