Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperingatkan bahwa anggaran subsidi energi berpotensi menembus Rp 400 triliun pada tahun 2026 apabila tidak ada langkah efisiensi dalam konsumsi energi. Plt Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM, Tri Winarno, mengungkapkan bahwa saat ini konsumsi energi bersubsidi masih tergolong tinggi dan tanpa upaya pengendalian, beban subsidi akan terus membengkak.
Tingginya konsumsi energi bersubsidi menjadi penyumbang utama potensi lonjakan anggaran. Selain itu, faktor eksternal seperti kenaikan harga minyak global dan fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga turut memperparah beban subsidi. Kondisi ini menuntut perhatian serius agar anggaran negara tidak terlalu terbebani.
Subsidi energi yang membesar dapat berdampak pada kestabilan fiskal negara. Di satu sisi, subsidi bertujuan menjaga keterjangkauan energi bagi masyarakat, terutama kelompok rentan. Namun, di sisi lain, beban anggaran yang besar dapat mengurangi alokasi untuk sektor esensial lain seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Tri Winarno menekankan pentingnya perbaikan dalam penyaluran subsidi agar lebih tepat sasaran. Pemerintah juga perlu mendorong efisiensi energi, serta transisi ke energi terbarukan sebagai solusi jangka panjang untuk menekan ketergantungan terhadap bahan bakar fosil dan subsidi.
Sebagai bagian dari strategi pengendalian, pemerintah akan meningkatkan investasi pada sektor energi bersih dan terbarukan seperti tenaga surya dan angin. Perbaikan sistem distribusi dan digitalisasi pengawasan subsidi juga menjadi prioritas guna mencegah kebocoran dan meningkatkan efektivitas penyaluran.
Dengan potensi subsidi energi yang bisa mencapai Rp 400 triliun, pemerintah menghadapi tantangan besar dalam menjaga keberlanjutan fiskal. Tanpa upaya efisiensi dan pengendalian konsumsi, anggaran subsidi bisa melonjak signifikan. Oleh karena itu, kebijakan strategis dan pengelolaan yang bijak menjadi kunci dalam menjaga keseimbangan antara perlindungan masyarakat dan ketahanan fiskal negara.