Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menegaskan bahwa perubahan iklim harus menjadi prioritas utama dalam kebijakan pemerintah, khususnya di tingkat daerah. KLH meminta pemerintah daerah segera memasukkan langkah mitigasi dan adaptasi ke dalam program pembangunan agar masyarakat lebih siap menghadapi dampaknya.
Menurut Franky, perwakilan dari KLH, masih banyak masyarakat Indonesia yang kurang peduli karena belum sepenuhnya menyadari bahaya krisis iklim. Padahal, dampaknya sudah terlihat jelas di depan mata. Dalam aspek kesehatan, krisis iklim dapat memicu cedera, penyakit pernapasan, hingga penyakit zoonosis. Krisis ini juga meningkatkan risiko penyakit akibat serangga seperti malaria dan demam berdarah, serta memperparah bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, kekeringan, badai petir, hingga rob.
Selain berdampak pada kesehatan dan lingkungan, perubahan iklim juga menimbulkan kerugian ekonomi yang besar. Bencana alam yang semakin sering terjadi merusak infrastruktur, mengganggu kegiatan ekonomi, dan menurunkan kesejahteraan masyarakat. KLH menilai, tanpa langkah serius, kerugian yang ditimbulkan akan semakin membebani keuangan negara maupun masyarakat.
KLH menekankan bahwa penanganan krisis iklim tidak bisa dilakukan sendiri oleh pemerintah pusat. Perlu kolaborasi erat antara pemerintah daerah, sektor swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat umum. Dengan langkah bersama, upaya mitigasi dan adaptasi dapat berjalan efektif dan memberikan dampak nyata bagi ketahanan lingkungan dan kesehatan publik.
Pesan KLH jelas: krisis iklim harus diarusutamakan dalam setiap kebijakan agar masyarakat lebih sadar, siap, dan tangguh. Tanpa kesadaran kolektif, ancaman krisis iklim akan terus memperparah kerusakan lingkungan, memperbesar risiko kesehatan, dan menimbulkan kerugian ekonomi yang tidak kecil.