Seorang pakar industri tambang, Rizal Kasli, menyatakan bahwa penambahan 12% saham di Freeport akan memberikan keuntungan lebih bagi Indonesia, terutama karena cadangan bijih yang melimpah dan rencana pengembangan tambang baru. Namun, ia mengingatkan bahwa pemerintah harus mewaspadai risiko dan biaya tinggi yang terkait dengan pembangunan dan pengoperasian tambang bawah tanah.
Menurut Rizal, dengan kepemilikan mayoritas 63%, pemerintah melalui MIND ID harus menyediakan dana tambahan untuk pengembangan tambang baru seperti Kucing Liar, yang membutuhkan modal besar dan teknologi canggih. Dana ini bisa berasal dari ekuitas, modal tambahan dari pemegang saham, atau pinjaman.
Selain itu, Rizal juga menekankan risiko operasional yang tinggi, terutama terkait potensi bahaya di tambang bawah tanah yang berada di bawah tambang terbuka Grasberg, yang rawan longsor dan genangan air. Oleh karena itu, mitigasi risiko harus sangat ketat.
Rizal menyarankan agar pemerintah melibatkan tim ahli dalam negosiasi agar akuisisi saham bisa didapatkan secara “gratis”. Ia memprediksi skema “gratis” ini bisa dicapai dengan imbalan perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Freeport hingga 2061. Seharusnya, IUPK tersebut habis pada 2041, di mana seluruh kepemilikan saham dapat dikuasai oleh negara tanpa biaya.
Pemerintah sendiri, melalui Rosan Roeslani dan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, telah mengonfirmasi rencana penambahan 12% saham yang diklaim akan didapatkan tanpa biaya akuisisi. Setelah negosiasi rampung, perpanjangan IUPK juga akan diselesaikan.
Saat ini, Freeport mengandalkan tiga tambang bawah tanah, dengan tambang Kucing Liar yang ditargetkan berproduksi pada 2027 dan membutuhkan belanja modal sekitar US$500 juta per tahun.