PT Freeport Indonesia (PTFI) berencana membuka kembali sebagian tambang di kompleks Grasberg setelah penangguhan produksi akibat insiden longsoran lumpur. Namun, para pakar pertambangan menilai langkah ini memerlukan kajian menyeluruh dan jaminan keselamatan kerja yang ketat. Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli, menyatakan bahwa pengoperasian terbatas di area yang tidak terdampak langsung insiden masih bisa dilakukan, asalkan hasil kajiannya menunjukkan aman.
Rizal menekankan pentingnya kajian dan mitigasi risiko secara menyeluruh, mengingat tingkat risiko tambang bawah tanah lebih tinggi dibandingkan tambang terbuka. Tambang bawah tanah memiliki karakteristik ruang kerja yang sempit, tidak dapat menggunakan peralatan besar, serta bergantung pada sistem ventilasi dan pengendalian air yang kompleks. “Hal ini harus dikaji dan dipelajari dengan baik untuk menjamin keselamatan kerja baik manusia maupun peralatan,” kata Rizal.
Selain itu, Rizal menjelaskan bahwa Freeport masih memiliki sejumlah blok tambang bawah tanah lain seperti Kucing Liar, Big Gosan, DMLZ, dan DOZ, yang letaknya terpisah dari tambang Grasberg Block Cave (GBC). “Tambang ini bisa dioperasikan apabila sudah memungkinkan untuk operasi. Semua peralatan dan mesin serta infrastruktur lainnya sudah terpasang dengan baik dan layak operasi,” jelasnya.
Untuk tambang GBC sendiri, saat ini masih dalam tahapan investigasi dan kajian oleh Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). Salah satu isu utama di lokasi tersebut adalah masalah air di lubang bukaan open pit Grasberg, yang berpotensi membanjiri area ore GBC. “Air di open pit Grasberg harus dialirkan ke arah luar dari area pengaruh ore GBC agar tidak terjadi wetmud [lumpur basah],” ungkap Rizal. “Mudah-mudahan dalam waktu dekat setelah tahapan perbaikan selesai dapat beroperasi normal kembali.”
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep), Bisman Bakhtiar, menilai pengoperasian kembali sebagian tambang Grasberg dimungkinkan sepanjang area tersebut bukan wilayah utama yang terdampak longsor. “Dengan syarat dan catatan sudah dilakukan upaya pemulihan dan dilakukan audit teknis dari aspek lingkungan dan keamanan,” kata Bisman. “Jika memang aman dan layak, bisa saja dibuka dan dioperasikan. Hal ini juga bagus agar segera aktivitas operasi dan produksi,” sambungnya.
Bisman juga menegaskan bahwa Kementerian ESDM perlu memastikan seluruh langkah pemulihan telah dijalankan dengan baik dan lokasi operasi benar-benar aman. “Perusahaan harus punya early warning system agar bisa mitigasi dan antisipasi potensi longsor atau celaka di kemudian hari,” ujarnya.
PTFI ingin membuka kembali kegiatan operasi di area Big Gossan dan Deep Mill Level Zone (DMLZ), bagian dari Grasberg yang tidak terdampak longsoran lumpur. Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno, mengatakan kementeriannya membuka peluang untuk membuka kembali kegiatan operasi PTFI pada dua area tambang Grasberg tersebut. “Iya, sementara mereka mau propose, itu kan enggak ada pengaruh dari situ, ya? Mau propose untuk produksi di situ,” kata Tri.
Tri mengatakan Freeport masih mengevaluasi insiden longsoran lumpur yang terjadi di tambang bawah tanah GBC. Kementerian ESDM belum memperbolehkan kembali tambang tersebut beroperasi. Dia menjelaskan, Kementerian ESDM baru akan mengizinkan kembali tambang bawah tanah GBC beroperasi setelah Freeport bisa meyakinkan kementeriannya agar kejadian serupa tak terjadi kembali. “Kalau perbaikan ya oke. Akan tetapi, yakinkan kami bahwa tidak akan terjadi kejadian yang serupa di situ,” tegas dia.
Dengan berbagai langkah yang diambil, diharapkan pembukaan kembali tambang Grasberg dapat berjalan lancar dan aman, serta memberikan kontribusi signifikan terhadap industri pertambangan nasional.
