Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa kinerja ekspor batu bara Indonesia mengalami penurunan signifikan sepanjang Januari hingga September 2025. Nilai ekspor batu bara tercatat turun 20,85% menjadi US$17,94 miliar atau sekitar Rp298,79 triliun, berdasarkan asumsi kurs Rp16.655 per dolar AS. Angka ini jauh di bawah capaian pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai US$22,67 miliar.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, mengungkapkan bahwa penurunan nilai ekspor ini sejalan dengan penurunan volume pengiriman batu bara. Sepanjang periode tersebut, volume ekspor batu bara terkoreksi 4,74% menjadi 285,23 juta ton, lebih rendah dibandingkan 299,41 juta ton pada periode yang sama tahun lalu.
Penurunan kinerja ekspor batu bara ini juga dipengaruhi oleh penurunan ekspor bahan bakar mineral ke China dan India. Ekspor ke China anjlok 29,33% menjadi US$6,86 miliar, sementara ekspor ke India turun 25,42% ke level US$4,12 miliar. Pudji menambahkan bahwa nilai ekspor nonmigas China didominasi oleh besi dan baja, yang mencapai US$46,47 miliar.
Meskipun ekspor batu bara melemah, komoditas nonmigas unggulan Indonesia lainnya seperti besi dan baja serta minyak kelapa sawit (CPO) dan turunannya mencatatkan penguatan. Ekspor besi dan baja meningkat 11,81% menjadi US$21,01 miliar, sementara ekspor CPO dan turunannya melonjak 32,40% ke level US$18,14 miliar.
Secara keseluruhan, neraca perdagangan barang Indonesia pada September 2025 mengalami surplus sebesar US$4,34 miliar. Namun, angka ini di bawah ekspektasi konsensus pasar yang diperkirakan mencapai US$4,47 miliar. Sementara itu, neraca perdagangan komoditas migas mencatat defisit US$1,64 miliar, dengan minyak mentah dan hasil minyak sebagai penyumbang defisit utama.
Menghadapi penurunan ekspor batu bara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong pengusaha untuk menjajaki pasar alternatif di kawasan Asia Tenggara (ASEAN). Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Tri Winarno, menyatakan bahwa pemerintah telah berkoordinasi dengan Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) untuk mengeksplorasi peluang pasar baru di ASEAN, seperti Vietnam, Malaysia, Thailand, dan Filipina.
Tri Winarno menekankan bahwa peluang ekspor ke pasar ASEAN cukup terbuka lebar, mengingat beberapa negara di kawasan tersebut masih mengimpor batu bara dari Rusia. “Kalau misalnya diambil dari Rusia kan dia kejauhan juga transportasi, itu dijajakin seperti apa,” ujarnya. Tri berharap pengusaha batu bara domestik dapat mulai penetrasi ke pasar baru di kawasan ASEAN pada sisa tahun ini.
Penurunan kinerja ekspor batu bara Indonesia menjadi tantangan yang harus dihadapi dengan strategi diversifikasi pasar. Dengan menjajaki pasar ASEAN, diharapkan dapat membuka peluang baru bagi ekspor batu bara Indonesia, sekaligus mengurangi ketergantungan pada pasar tradisional seperti China dan India. Langkah ini diharapkan dapat membantu memulihkan kinerja ekspor batu bara dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
