INFOENERGI.ID – Jakarta: Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan bahwa Indonesia berkomitmen untuk memperkuat sistem pengamanan tata kelola nilai ekonomi karbon. Langkah ini diambil untuk mencegah potensi praktik manipulatif dan kejahatan terorganisir yang dapat memanfaatkan skema perdagangan karbon. Dalam pernyataannya di Jakarta pada Jumat, Menteri LH sekaligus Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Hanif menekankan pentingnya prinsip keadilan, transparansi, dan akuntabilitas dalam perdagangan karbon. Hal ini terutama penting dalam menghadapi potensi tindakan manipulatif dan kejahatan terorganisir di pasar karbon nasional yang dapat merusak kepercayaan publik.
Menteri Hanif menyoroti bahwa menghadapi kejahatan karbon adalah tantangan nyata yang harus diatasi dengan serius. “Jika proyek fiktif, data palsu, atau izin ilegal dibiarkan, bukan hanya target iklim yang gagal tercapai, tetapi juga kepercayaan publik terhadap Indonesia yang akan terkikis,” ujarnya. Oleh karena itu, pengawasan yang lebih ketat serta tindakan tegas terhadap pelanggaran dalam perdagangan karbon sangat diperlukan.
Berbicara dalam lokakarya nasional bertajuk “Memperkuat Pengamanan terhadap Klaim Palsu Ramah Iklim, Kejahatan Karbon, dan Penyalahgunaan Prosedur di Indonesia” pada Kamis (24/4), Hanif menjelaskan bahwa potensi nilai ekonomi karbon Indonesia diperkirakan mencapai 16,7 miliar dolar AS pada tahun 2030. Proyeksi ini tidak hanya menunjukkan peluang besar bagi perekonomian negara, tetapi juga menjadi tantangan dalam membangun sistem yang transparan, akuntabel, dan bebas dari penyimpangan. Oleh karena itu, pengamanan sistem perdagangan karbon menjadi sangat penting, mengingat adanya risiko kejahatan karbon yang bisa merugikan.
Menteri Hanif mengingatkan bahwa sistem pengamanan nilai ekonomi karbon harus dibangun di atas tiga pilar utama, yaitu pilar sosial, lingkungan, dan hukum. Pilar sosial bertujuan untuk melindungi masyarakat yang terdampak proyek karbon, pilar lingkungan menjamin akurasi dan validitas data emisi, sementara pilar hukum memastikan bahwa tidak ada celah regulasi yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan yang merugikan.
Saat ini, KLH/BPLH sedang menyempurnakan sistem registrasi karbon nasional berbasis risiko yang memungkinkan deteksi dini terhadap potensi penyimpangan. Selain itu, kerja sama internasional dengan lembaga seperti Kantor PBB Urusan Narkoba dan Kejahatan (UNODC) serta Interpol juga diperkuat untuk menangani kejahatan karbon lintas negara.
Menteri Hanif juga mengungkapkan bahwa pemerintah akan segera meluncurkan pedoman teknis pengamanan nilai ekonomi karbon yang bersifat lintas sektor. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat tata kelola yang berkeadilan dan berkelanjutan sesuai dengan standar global. Dengan adanya pedoman ini, diharapkan Indonesia dapat mengelola nilai ekonomi karbon dengan lebih efektif dan efisien, serta meningkatkan kepercayaan publik terhadap upaya pengelolaan lingkungan yang dilakukan pemerintah.
Secara keseluruhan, upaya penguatan sistem pengamanan nilai ekonomi karbon di Indonesia mencerminkan komitmen pemerintah dalam menjaga kepercayaan publik dan mencapai target iklim yang telah ditetapkan. Dengan mengedepankan prinsip keadilan, transparansi, dan akuntabilitas, diharapkan Indonesia dapat menjadi contoh dalam pengelolaan perdagangan karbon yang berkelanjutan dan bebas dari penyimpangan.